• Home
  • Author
  • Send a raven!
spotify goodreads SoundCloud

Huis van Abdï

Diberdayakan oleh Blogger.

Itu yang saya lontarkan (dalam hati, lalu dari mulut) ketika seorang teman menghidu aroma rilisan terbaru eau de parfum karya Christian Sugiono bersama HMNS: The Perfection.


Secara hiperbola, wangi berkas atas (top note) akan menarik imajinasi saya jauh ke abad pertengahan ketika rentetan kejadian dalam buku Nathaniel's Nutmeg terjadi.


Ada hubungan abstrak antara buku dan berkas aroma The Perfection yang sudah diterjemahkan menjadi Pulau Run.


Sehingga akhirnya menjadi "wangi tema" dari buku tersebut –setidaknya menurut saya pribadi. 


Kok gitu? Lanjut aja bacanya~

Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Halo! Ini topik yang sensitif bagi sebagain orang, ya namanya juga krisis. Tapi sumpah, ini topik yang tidak akan habis dibahas semalam suntuk bak tugas membangun candi dalam semalam.

Krisis seperempat abad ini akan menemani kita hingga usia yang berbeda tiap orang, mungkin di menuju kepala tiga. Atau bahkan, sebelum itu? Mungkin.

Setidaknya untuk saya, fase ini masih menemani hingga sekarang. Tidak sampai terlalu akut, sih, overthinking-nya. Tapi tetap, membikin pikiran gundah gulana.


Anjing ras golden retriever sedang tersenyum via Unsplash/@JohnPrince

Tahun ini saya berusia 27 tahun, tetapi masih akrab sekali dengan krisis yang satu ini. Memikirkan secara berlebihan, dan tentunya masih mengalami kegalauan yang tak habis-habis.

Bersyukur sebenarnya kegalauan ini tak terbatas, karena artinya saya masih bertahan. Masih hidup, dan ingin hidup. Masih ada yang harus dicapai, diraih, dan dikerjakan.Masih ingin mengalami jatuh dan bangun.

Abdi, kamu kuat. Kamu bertahan, kamu berjuang, kamu hidup, dan menghidupi. Tetaplah hidup (dan menghidupi)!

Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Setelah "dierami" selama dua bulan lebih, akhirnya tulisan ini saya tetaskan. Sebelumnya tulisan ini saya beri judul ala-ala "2020Wrapped", tetapi tidak jadi karena terlalu banyak rasanya yang perlu ditumpahruahkan. Maka izinkanlah saya bercerita bagaimana selama pandemi, ada sesuatu kebermanfaatan yang kita telurkan.

Omong-omong, dari tadi kata yang dipilih tidak jauh dari konteks peternakan ayam ya? Coba perhatikan diksi "dierami", "tetaskan", dan "telurkan".

Jadi selama 2020, saya sok sibuk menyiapkan proyek Wikipedia bahasa Madura.

Loh Wikipedia ada versi bahasa daerah?

Sudah tentu ada! Sekarang saja sudah ada 13 bahasa daerah di Indonesia yang sudah ada versi Wikipedia-nya!

Nah, selama 2020 saya dan beberapa teman kontributor rajin menulis artikel berbahasa Madura di Wikipedia. Sebelum "menetas", Wikipedia ini diujicoba konsistensinya berdasarkan artikel yang ditulis oleh kontributor selama beberapa bulan. Jika konsisten, maka Wikipedia bahasa daerah ini dipertimbangkan untuk diberi domain sendiri.

Cerita lengkap tentang proses penetasan Wikipedia bahasa Madura bisa dibaca di sini ya!

Ternyata, selain masih bisa bertahan hidup di tengah pandemi, saya dan teman-teman lain juga melakukan hal positif lainnya. 

Lahirnya Wikipedia bahasa Madura ini tentunya menambah eksistensi bahasa daerah di dunia maya. Agar tak lekang oleh zaman, dan tentunya bisa melestarikan sedikit apa yang kita ketahui.



Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Langit dan laut saling membantu
Mencipta awan hujan pun turun
Ketika dunia saling membantu
Lihat, cinta mana yang tak jadi satu?
Lihatlah, arahkan pandanganmu ke langit di atas dan laut di bawahnya. Pernahkah kau berpikir bahwa mereka saling bekerja sama meski tak saling bersentuhan? Meski tak ada tangan yang saling menjabat? Diam-diam, awan tercipta dari kebisuan mereka berdua. Keduanya mungkin terlihat diam, tapi saling membantu. Keduanya mungkin saling diam, tapi bisakah kau amati ada cinta dari mereka berdua? Cinta yang tidak perlu terlihat, tapi begitu bergelora. Mereka bisa saja terlihat tak acuh, tapi  mereka satu.

Kau memang manusia sedikit kata
Bolehkah aku yang berbicara?
Kau memang manusia tak kasat rasa
Biar aku yang mengemban cinta
Lamat-lamat kusadari, aku bersamamu. Seseorang yang mirip langit yang kita pandangi. Atau kau mirip laut? Ah, tak penting. Yang kutahu, kata-kata tak banyak keluar dari bibirmu. Tapi, tak lantas membuat kebersamaan kita hambar. Kesadaran itu menuntunku untuk bercerita lebih ke padamu. Karena kutahu engkau bukanlah penggombal, namun pendengar terbaikku. Aku lebih sering mendongeng ya, dipikir-pikir. Dan kaulah sang pendengar setia. Pun demikian tak lantas membuatmu ekspresif meski kau paham dongeng-dongengku. Tak apa, melihat dan bersamamu saja aku sudah bungah. Rasa-rasanya, aku saja yang menikmati kebersamaan ini? Semoga saja tidak. Karena kuharap kita seperti langit dan laut diam namun bekerja.


Awan dan alam saling bersentuh
Mencipta hangat, kau pun tersenyum
Ketika itu kulihat syahdu
Lihat, hati mana yang tak akan jatuh
Hei, perhatikan awan yang kian melambung tinggi. Menyatu menjadi bagian dari tatanan alamsemesta, menyentuh langit-langit langit tak terbatas. Rasakan hangat yang ia hasilkan. Kulihat kau tersenyum tipis. Tak terlalu kasat mata memang, tapi aku bisa merasakan kehangatan yang kau rasakan jua. Di sini, di titik ini aku tak sekadar bersamamu rasanya. Tapi aku merasa menjadi satu, menjadi kita. Syahdu. Aku rasa, aku pun jatuh. Hatiku jatuh. Jatuh dalam kehangatan dan kesyahduan senyummu. 


Kau dan aku saling membantu
Membasuh hati yang pernah pilu
Mungkin akhirnya tak jadi satu
Namun bersorai pernah bertemu
Awalnya tak saling sentuh, langit dan laut akhirnya menjadi satu. Kita pun demikian. Semula adalah individu tersendiri, akhirnya menjadi satu. Tak hanya menjadi satu kurasa, tetapi saling membantu. Mulanya kita membasuh hati sendiri-sendiri, namun sekarang kita saling membasuh. Airku, airmu juga. Tak boleh lagi ada pilu di hati kita. Kalaupun ada, kau dan aku bersiap untuk membasuh hati-hati kita. Jujur, aku nikmati kebersamaan kita. Di akhir hari, akhirnya kita harus merelakan jika tak bersama lagi. Hatiku dan hatimu mungkin pernah jadi satu. Begitu, aku masih bersyukur kita bersama untuk beberapa waktu. Aku tak menyesal sekalipun, seperti langit dan laut yang tak lelah mencipta awan meski --sekali lagi-- mereka tak saling satu.


****

Beberapa waktu lalu di Twitter, ramai-ramai penggunanya mengomentari kata-kata Nadin Amizah saat konser. Pasalnya, sebelum menyanyi ia memberikan kata-kata pembuka sebelum menutup penampilannya.

Ada yang bilang cringe dan kata-kata bully lain pada penyanyi yang tahun ini baru meluncurkan albumnya. Ya terserah mereka mau berkomentar apa. Tapi, apa mereka punya pilihan untuk tidak melakukannya. Karena akhirnya, lewat cuitannya meminta maaf karena dia kadang grogi kalau tidak berkata-kata demikian.

Warga +62 memang ada-ada saja.

Sebenarnya aku sudah pernah mendengar lagu ini. Tapi karena ada ramai-ramai di linimasa Twitterku, maka aku dengar lagi dan lagi. Akhirnya aku berkesimpulan bahwa....aku sedang di momen ini. Momen untuk merelakan kalau boleh kubilang.

Ya, kadang dalam hidup kita bertemu orang untuk belajar dari apa-apa yang pernah kita lakukan bersamanya. Mungkin seperti inilah interpretasiku.

Ambyar juga harus berulang-ulang mendengarkan dengan kondisi kejiwaan yang sedang naik turun bak menaiki wahana rolles coaster. Tapi sadarlah, ini pelajaran. 


Bogor coret, 24 Oktober 2020.

Ditemani hujan, petir, kilat, dan rembesan air di tembok.


Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Newer Posts
Older Posts

Valar morghulis

About Me

Me, is an enigma --for you, for the universe and for I myself. I write what I want to write. Scribo ergo sum. I write, therefore I am.

Follow Me

  • spotify
  • goodreads
  • SoundCloud

Hot Post

Maester's Chamber

  • ▼  2024 (1)
    • ▼  Maret 2024 (1)
      • Merenungkan Eros dan Growing Into Love
  • ►  2023 (1)
    • ►  Januari 2023 (1)
  • ►  2022 (2)
    • ►  April 2022 (1)
    • ►  Januari 2022 (1)
  • ►  2021 (5)
    • ►  Oktober 2021 (2)
    • ►  Juli 2021 (1)
    • ►  Juni 2021 (1)
    • ►  Mei 2021 (1)
  • ►  2020 (38)
    • ►  Oktober 2020 (2)
    • ►  September 2020 (1)
    • ►  Agustus 2020 (1)
    • ►  Juli 2020 (2)
    • ►  Mei 2020 (1)
    • ►  April 2020 (1)
    • ►  Februari 2020 (18)
    • ►  Januari 2020 (12)
  • ►  2019 (9)
    • ►  Desember 2019 (1)
    • ►  November 2019 (2)
    • ►  Oktober 2019 (1)
    • ►  September 2019 (1)
    • ►  Juli 2019 (1)
    • ►  Maret 2019 (2)
    • ►  Februari 2019 (1)
  • ►  2018 (8)
    • ►  September 2018 (1)
    • ►  Juli 2018 (1)
    • ►  Juni 2018 (1)
    • ►  Mei 2018 (2)
    • ►  April 2018 (1)
    • ►  Maret 2018 (1)
    • ►  Januari 2018 (1)
  • ►  2017 (21)
    • ►  November 2017 (2)
    • ►  September 2017 (3)
    • ►  Agustus 2017 (1)
    • ►  Juli 2017 (2)
    • ►  Juni 2017 (1)
    • ►  Mei 2017 (1)
    • ►  April 2017 (1)
    • ►  Maret 2017 (4)
    • ►  Februari 2017 (3)
    • ►  Januari 2017 (3)
  • ►  2016 (10)
    • ►  Desember 2016 (1)
    • ►  November 2016 (1)
    • ►  Oktober 2016 (1)
    • ►  Agustus 2016 (1)
    • ►  Juni 2016 (1)
    • ►  Mei 2016 (1)
    • ►  Maret 2016 (2)
    • ►  Februari 2016 (1)
    • ►  Januari 2016 (1)
  • ►  2015 (22)
    • ►  Desember 2015 (4)
    • ►  November 2015 (2)
    • ►  Oktober 2015 (1)
    • ►  September 2015 (1)
    • ►  Agustus 2015 (6)
    • ►  Juli 2015 (2)
    • ►  Juni 2015 (2)
    • ►  Mei 2015 (2)
    • ►  Maret 2015 (1)
    • ►  Januari 2015 (1)
  • ►  2014 (5)
    • ►  Desember 2014 (1)
    • ►  September 2014 (4)

Tags

acara berjalan-jalan dapur kamar renungan kamar tengah kotak musik perpustakaan ruang tengah taman belakang

Created with by ThemeXpose