• Home
  • Author
  • Send a raven!
spotify goodreads SoundCloud

Huis van Abdï

Diberdayakan oleh Blogger.

[Verse 1]
Ro'om bâuna jhuko' è ghir sèrèng
ꦫꦺꦴꦃꦲꦺꦴꦩ꧀ꦧꦲꦸꦤꦗꦸꦏꦺꦴꦃꦲꦺꦒꦶꦂꦱꦺꦫꦺꦁ

Malekko' buḍu'en dhâlko' è ghir sèrèng
ꦩꦊꦏ꧀ꦏꦺꦴꦃꦧꦸꦝꦸꦃꦲꦼꦤ꧀ꦢꦭ꧀ꦏꦺꦴꦃꦲꦺꦒꦶꦂꦱꦺꦫꦺꦁ

Tèra' bulânna nèko lè'
ꦠꦺꦫꦃꦧꦸꦭꦤ꧀ꦤꦤꦺꦏꦺꦴꦭꦺꦃ

Tèra' bulânna nèko lè' paḍḍhâng samporna è ghir sèrèng
ꦠꦺꦫꦃꦧꦸꦭꦤ꧀ꦤꦤꦺꦏꦺꦴꦭꦺꦃꦥꦝ꧀ꦝꦁꦱꦩ꧀ꦥꦺꦴꦂꦤꦲꦺꦒꦶꦂꦱꦺꦫꦺꦁ

[Verse 2]

Akasa' ḍâunna tènjhâng è ghir sèrèng
ꦲꦏꦱꦃꦝꦲꦸꦤ꧀ꦤꦠꦺꦤ꧀ꦗꦁꦲꦺꦒꦶꦂꦱꦺꦫꦺꦁ

Laon tambuna ombâ' è ghir sèrèng
ꦭꦲꦺꦴꦤ꧀ꦠꦩ꧀ꦧꦸꦤꦲꦺꦴꦩ꧀ꦧꦃꦲꦺꦒꦶꦂꦱꦺꦫꦺꦁ

Tèra' bulânna nèko lè'
ꦠꦺꦫꦃꦧꦸꦭꦤ꧀ꦤꦤꦺꦏꦺꦴꦭꦺꦃ

Tèra' bulânna nèko lè' paḍḍhâng samporna è ghir sèrèng
ꦠꦺꦫꦃꦧꦸꦭꦤ꧀ꦤꦤꦺꦏꦺꦴꦭꦺꦃꦥꦝ꧀ꦝꦁꦱꦩ꧀ꦥꦺꦴꦂꦤꦲꦺꦒꦶꦂꦱꦺꦫꦺꦁ

[Chorus]

Ro'om bâuna jhuko' è ghir sèrèng
ꦫꦺꦴꦃꦲꦺꦴꦩ꧀ꦧꦲꦸꦤꦗꦸꦏꦺꦴꦃꦲꦺꦒꦶꦂꦱꦺꦫꦺꦁ

Malekko' buḍu'en dhâlko' è ghir sèrèng
ꦩꦊꦏ꧀ꦏꦺꦴꦃꦧꦸꦝꦸꦃꦲꦼꦤ꧀ꦢꦭ꧀ꦏꦺꦴꦃꦲꦺꦒꦶꦂꦱꦺꦫꦺꦁ

Akasa' ḍâunna tènjhâng è ghir sèrèng
ꦲꦏꦱꦃꦝꦲꦸꦤ꧀ꦤꦠꦺꦤ꧀ꦗꦁꦲꦺꦒꦶꦂꦱꦺꦫꦺꦁ

Laon tambuna ombâ' è ghir sèrèng
ꦭꦲꦺꦴꦤ꧀ꦠꦩ꧀ꦧꦸꦤꦲꦺꦴꦩ꧀ꦧꦃꦲꦺꦒꦶꦂꦱꦺꦫꦺꦁ

Tèra' bulânna nèko lè'
ꦠꦺꦫꦃꦧꦸꦭꦤ꧀ꦤꦤꦺꦏꦺꦴꦭꦺꦃ

Tèra' bulânna nèko lè' paḍḍhâng samporna è ghir sèrèng
ꦠꦺꦫꦃꦧꦸꦭꦤ꧀ꦤꦤꦺꦏꦺꦴꦭꦺꦃꦥꦝ꧀ꦝꦁꦱꦩ꧀ꦥꦺꦴꦂꦤꦲꦺꦒꦶꦂꦱꦺꦫꦺꦁ




Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Langit dan laut saling membantu
Mencipta awan hujan pun turun
Ketika dunia saling membantu
Lihat, cinta mana yang tak jadi satu?
Lihatlah, arahkan pandanganmu ke langit di atas dan laut di bawahnya. Pernahkah kau berpikir bahwa mereka saling bekerja sama meski tak saling bersentuhan? Meski tak ada tangan yang saling menjabat? Diam-diam, awan tercipta dari kebisuan mereka berdua. Keduanya mungkin terlihat diam, tapi saling membantu. Keduanya mungkin saling diam, tapi bisakah kau amati ada cinta dari mereka berdua? Cinta yang tidak perlu terlihat, tapi begitu bergelora. Mereka bisa saja terlihat tak acuh, tapi  mereka satu.

Kau memang manusia sedikit kata
Bolehkah aku yang berbicara?
Kau memang manusia tak kasat rasa
Biar aku yang mengemban cinta
Lamat-lamat kusadari, aku bersamamu. Seseorang yang mirip langit yang kita pandangi. Atau kau mirip laut? Ah, tak penting. Yang kutahu, kata-kata tak banyak keluar dari bibirmu. Tapi, tak lantas membuat kebersamaan kita hambar. Kesadaran itu menuntunku untuk bercerita lebih ke padamu. Karena kutahu engkau bukanlah penggombal, namun pendengar terbaikku. Aku lebih sering mendongeng ya, dipikir-pikir. Dan kaulah sang pendengar setia. Pun demikian tak lantas membuatmu ekspresif meski kau paham dongeng-dongengku. Tak apa, melihat dan bersamamu saja aku sudah bungah. Rasa-rasanya, aku saja yang menikmati kebersamaan ini? Semoga saja tidak. Karena kuharap kita seperti langit dan laut diam namun bekerja.


Awan dan alam saling bersentuh
Mencipta hangat, kau pun tersenyum
Ketika itu kulihat syahdu
Lihat, hati mana yang tak akan jatuh
Hei, perhatikan awan yang kian melambung tinggi. Menyatu menjadi bagian dari tatanan alamsemesta, menyentuh langit-langit langit tak terbatas. Rasakan hangat yang ia hasilkan. Kulihat kau tersenyum tipis. Tak terlalu kasat mata memang, tapi aku bisa merasakan kehangatan yang kau rasakan jua. Di sini, di titik ini aku tak sekadar bersamamu rasanya. Tapi aku merasa menjadi satu, menjadi kita. Syahdu. Aku rasa, aku pun jatuh. Hatiku jatuh. Jatuh dalam kehangatan dan kesyahduan senyummu. 


Kau dan aku saling membantu
Membasuh hati yang pernah pilu
Mungkin akhirnya tak jadi satu
Namun bersorai pernah bertemu
Awalnya tak saling sentuh, langit dan laut akhirnya menjadi satu. Kita pun demikian. Semula adalah individu tersendiri, akhirnya menjadi satu. Tak hanya menjadi satu kurasa, tetapi saling membantu. Mulanya kita membasuh hati sendiri-sendiri, namun sekarang kita saling membasuh. Airku, airmu juga. Tak boleh lagi ada pilu di hati kita. Kalaupun ada, kau dan aku bersiap untuk membasuh hati-hati kita. Jujur, aku nikmati kebersamaan kita. Di akhir hari, akhirnya kita harus merelakan jika tak bersama lagi. Hatiku dan hatimu mungkin pernah jadi satu. Begitu, aku masih bersyukur kita bersama untuk beberapa waktu. Aku tak menyesal sekalipun, seperti langit dan laut yang tak lelah mencipta awan meski --sekali lagi-- mereka tak saling satu.


****

Beberapa waktu lalu di Twitter, ramai-ramai penggunanya mengomentari kata-kata Nadin Amizah saat konser. Pasalnya, sebelum menyanyi ia memberikan kata-kata pembuka sebelum menutup penampilannya.

Ada yang bilang cringe dan kata-kata bully lain pada penyanyi yang tahun ini baru meluncurkan albumnya. Ya terserah mereka mau berkomentar apa. Tapi, apa mereka punya pilihan untuk tidak melakukannya. Karena akhirnya, lewat cuitannya meminta maaf karena dia kadang grogi kalau tidak berkata-kata demikian.

Warga +62 memang ada-ada saja.

Sebenarnya aku sudah pernah mendengar lagu ini. Tapi karena ada ramai-ramai di linimasa Twitterku, maka aku dengar lagi dan lagi. Akhirnya aku berkesimpulan bahwa....aku sedang di momen ini. Momen untuk merelakan kalau boleh kubilang.

Ya, kadang dalam hidup kita bertemu orang untuk belajar dari apa-apa yang pernah kita lakukan bersamanya. Mungkin seperti inilah interpretasiku.

Ambyar juga harus berulang-ulang mendengarkan dengan kondisi kejiwaan yang sedang naik turun bak menaiki wahana rolles coaster. Tapi sadarlah, ini pelajaran. 


Bogor coret, 24 Oktober 2020.

Ditemani hujan, petir, kilat, dan rembesan air di tembok.


Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Halo! Kembali lagi dengan rubrik Kotak Musik. Dimana di rubrik ini membahas tentang review atau interpretasi dari sebuah lagu.

Pertama kali mendengar lagu Serenata Jiwa Lara ini langsung suka! Mungkin karena sebulan terakhir juga sedang senang-senangnya mendengarkan genre Pop Kota.

Atau semesta sudah berkonspirasi? Karena di akhir tahun (iya, 31 Desember) saya mendengar Bersandar-nya White Shoes and The Couples Company digubah menjadi terdengar seperti lagu di lantai dansa!

Dan saya baru tahu itu genrenya Pop Kota. Akhirnya saya mencari-cari informasi tentang genre yang popular di era 80-an itu.

Di lagu ini, saya membayangkan seorang dara yang sedang berpetualang dalam lautan percintaan.

Mengendap-endap tatkala tengah malam menuju ke diskotek untuk bertemu pujaan hati. Berdansa, menjadi idola di lantai dansa sambil memacaki wajah dengan riasan yang sedikit menor. Tujuannya satu: menggaet hati pemuda.

Namun di ujung hari, dia sakit hati karena pemuda yang berhasil ia pikat hanya bermain-main. Mungkin konteksnya saat ini di-ghosting. Ditinggal saat sedang sayang-sayangnya. Kasihan!

Setidaknya itu imajinasi saya ketika mendengar, membaca lirik, dan menonton videonya. Apalagi di video resminya, Dian Sastro diajak untuk berkolaborasi. Imajinasi saya makin menjadi-jadi.

Tanpa casciscus lagi, silakan menyimak!

* * * *

Poster yang menggugah jiwa untuk segera ikut terjun ke lantai dansa via Instagram/Diskoria Selekta


Jeritan perih hati yang luka
Cinta sederhana kau buat merana
Bilang-bilang sayang lalu hilang tanpa bayang
Sesuka diri
Tak ‘ku sangka, hatiku bisa seluka ini. Mungkin kalau ia punya mulut, ia akan menjerit menahan perih. Perih karena percintaan yang selalu kandas di tengah jalan. Merana sudah hatiku kini. Sesederhana mencintai tapi tak berujung. Jeritan ini untukmu, wahai yang memulai semuanya, yang berkata manis bak madu namun menghilang di tengah jalan. Menghilang, berteleportasi diri ke dimensi lain, sesuka hatimu. Tanpa memikirkan diriku di sini.

Merona mata namun percuma
Kau anggap bercinta hanya tawa canda
Ajak 'ku bermanja dan pergi begitu saja
Ditelan bumi
Kau buat mataku merona tiap kita bertemu, tiap ‘ku terima kabar darimu. Ini hal yang diriku selalu tunggu. Tapi semua kandas saat kau menghilang. ‘Ku pikir, cinta dan hubungan ini akan menjadi segalanya bagiku, bagimu jua. Tapi aku salah. Kau hanya menganggap cinta ini lelucon belaka. Memang ini membuatku nyaman dengan segala candamu, tawamu yang menggelegar. Aku tenggelam dalam kata-katamu yang membuatku menjadi membutuhkanmu. Mengajakku bercanda dan bermanja ria. Tapi di ujung hari, kau bak ditelan bumi. Menghilang tanpa jejak. Tahukah kamu, aku merasa kehilangan!

Nyanyian hati, serenata jiwa yang lara sunyi
Aku pulang
Kau buat hati ini bernyanyi dengan nada yang lara. Nada yang keluar begitu sumbang, sampai-sampai ingin aku pulang ke peraduanku yang sunyi. Biarkan aku pulang ke peraduanku. Sendiri lagi, seperti sebelum mengenalmu.

Terbenam sudah mentari hati
Aku pulang
Tenggelam sudah rona matahari dalam hatiku. Tiba-tiba semuanya redup. Tak kulihat lagi pancaran kilau hati yang tampak memesona. Sirna sudah. Biarkan aku pulang, kembali ke peraduan sunyiku.

Gugur lagi asmara mewangi
Sorai gelora hati menepi
Tak ada bintang-bintang menari
Sendiri lagi, oh-oh-oh
Hati yang dulu penuh bunga warna-warni kini layu. Tak ada sisa wewangian yang dahulu semerbak di hati. Semuanya kerontang. Hati yang terbiasa bergelora ketika mendapat kabar darimu pun kini diam tergeletak tak berdaya. Lemas dan lemah. Kilau bintang-bintang di hati juga hilang sudah cahayanya. Tak ada lagi gerakan tari-menari bintang di hati. Hatiku kembali sendiri tanpa denyut yang bergelora. Huhuhuhu…..

Nyanyian hati, serenata jiwa yang lara sunyi menyepi
Kemana rasa yang kucari, bila kau tinggal 'ku sendiri
Jadi, dengan hatiku yang lara ini mau dibawa kemana? Aku pun tak tahu tujuannya selain pulang ke peraduan sunyi itu. Ke mana lagi akan kucari? Tak ada penuntun lagi. Tiada tempat lagi untuk melanjutkan ini semua. Percuma.

Maaf sayang, 'ku tak ingin melukai
Namun cinta ini bukan untukmu lagi
Maafkan daku, sayang. Ini aku lakukan agar kau tidak terlalu bersedih hati. Niatku tak ingin memberi sembilu pada hatimu. Hati ini, cinta ini bukan untukmu. Bukan kamu tujuannya. Sekali lagi, mohon maafkan diriku.

Oh, aku pulang, kasih
Agar kau temukan cintamu, belahan relung hati
Ya, ‘ku putuskan untuk pulang ke peraduanku untuk yang ke sekian kalinya lagi. Mungkin ini sudah jalannya. Mungkin dengan pulang ke peraduanku ini, aku bisa menemukan sisa-sisa rasa yang pernah ada. Yang pernah bergelimang di palung hati terdalam. Kau jua pulanglah, Kasih.



Share
Tweet
Pin
Share
1 comments

Halo! Apa kabar? Semoga seluruh makhluk berbahagia, termasuk kalian yang membaca!

Pertama kali aku dengar lagu ini langsung mikir "kok Bandaneira banget?" Apa karena ada Rara Sekar? Juga akustik seperti Bandaneira? Mungkin.

Menurutku ini lagu magis dari lagu-lagu Hindia alias Baskara Putra sejauh ini. Aku selalu punya satu lagu magis dari setiap penyanyi/ band yang aku dengar. Dan pilihanku jatuh ke Membasuh.

Selain karena bisa bikin eargasm, liriknya juga dalam. Bukan sekadar permasalahan antara orang-orang tapi lebih ke refleksi diri kali, ya. Setelah baca lirik lagunya, akhirnya pikiranku tertuju ke kalimat bahasa Sanskerta: tat tvam asi. Apa yang kita beri ternyata berbalik ke pad akita sendiri, alias kita memberi pada diri kita sendiri.

Meski terdengar sedih, sendu, dan muram menurutku lagu ini jauh dari itu. Menurutku lagu ini adalah ketika kita bersedia menerima dan menjadi ikhlas dengan apa yang sudah kita beri. Meski nanti, sekembalinya apa yang kita beri itu dalam bentuk lain yang tak terduga. Sungguh, ketika menyadari adalah saat-saat yang berbahagia. Semoga.


Hindia via Genius.com

Selamat menyimak! (Jangan lupa dengarkan jua lagunya!)




****

Selama ini ‘ku nanti
Yang ‘ku berikan datang berbalik
Tak kunjung pulang apapun yang terbilang
Di daftar pamrihku seorang
Entah, tapi tanpa disadari diam-diam aku menantikan sesuatu yang kuberi kepada orang-orang. Sesuatu entah materiil atau moriil. Aku menanti sangat lama, sampai-sampai aku bertanya apakah yang kuberikan pada mereka akan kembali berpulang kepadaku? Apapun itu?

Telat kusadar hidup bukanlah
Perihal mengambil yang kautebar
Sedikit air yang kupunya
Milikmu juga, bersama
Makin lama makin aku berpikir bahwa kita hidup bukan untuk mengambil kembali apa yang sudah kita beri. Ada yang lebih daripada itu. Ada hal yang lebih dari sekadar memanen apa yang kita tanam. Milikku, apapun itu ternyata ada milikmu jua. Ternyata kita saling memiliki apa yang kita punyai.

Bisakah kita tetap memberi walau tak suci?
Bisakah terus mengobati walau membiru?
Cukup besar ‘tuk mengampuni, ‘tuk mengasihi
Tanpa memperhitungkan masa yang lalu
Walau kering, bisakah kita tetap membasuh?
Aku bertanya-tanya, jika kita ingin memberi apakah keadaanku dan keadaanmu harus sama? Kuharap tidak. Karena kupikir, kita bisa saling memberi meski keadaannya berbeda. Harusnya kita saling bisa mengobati, apapun keadaannya. Sedang baik atau tidak. Kita cukup besar untuk saling mengasihi. Lagipula kita juga cukup besar untuk melupakan kesalahan di masa lampau. Seperti yang kukatakan, meski sedang tidak baik-baik saja kita harusnya bisa saling membasuh kotoran-kotoran kita di masa lalu.

Kita bergerak dan bersuara
Berjalan jauh, tumbuh bersama
Sempatkan pulang ke beranda
‘Tuk mencatat hidup dan harganya
Kita saling berkembang dengan cara kita sendiri, menyuarakan apa yang ada di kepala. Berjalan pelan atau cepat, tumbuh berkembang jua. Bagaimanapun jangan lupa untuk kembali ke tempat kita berawal. Awal dimana kita bertumbuh untuk mengetahui seberapa berharga hidup yang sudah kita jalani.

 Mengering sumurku terisi kembali
Kutemukan makna hidupku di sini
Mengering sumurku terisi kembali
Kutemukan makna hidupku di sini
Meski banyak yang kuberikan, nyatanya kurasa tidak berkurang. Apa yang kuberi kembali pada diriku sendiri. Inilah makna hidup yang kucari selama ini. Memberi tanpa pamrih, karena sebenarnya kita memberi pada diri sendiri.




Share
Tweet
Pin
Share
7 comments

Afternoon Talk merupakan band indie asal Lampung yang beranggotakan Osa, Sofia, dan Ridwan. Band yang dibentuk pada 2011 ini mengusung genre folk, dipadu dengan suara guitalele yang syahdu sehingga menimbulak kesan yang "lembut" dan "menyejukkan".

Lagu ini berisi tentang sepasang kekasih yang sedang berfantasi memiliki pulau pribadi. Dua orang itu sedang dimabuk asmara, tak ayal imaji mereka membubung tinggi. Ya, itulah makna dari lagu ini menurut saya, dimana sejoli sedang berada dalam keadaan intim, sebuah momen yang tidak terlupakan :)


Artwork untuk single Island via Bandcamp.com
Island - Afternoon Talk

We can build a kingdom here
And we can start a colony
Cause it’s just you and I lay here in silence
Kita bisa membangun sebuah kerajaan di sini, lengkap dengan kastilnya yang megah. Juga dengan pengawal dan dayang-dayang kerajaan. Ya! Dan jangan lupa, kita bisa membentuk koloni di sini. Agar tak sesepi seperti sekarang ini, hanya aku dan kamu saja. Kamu tidak mau ‘kan kerajaan itu hanya berisi aku dan kamu?

I start to wonder
If I could find inside the wild a tiger, a lion, an elephant and elses
I’d ask them to bring all their fine friends to the seashore.. Oooo Oooo..
Aku jadi bertanya-tanya, apakah di sini ada hewan-hewan liar? Bisakah kutemukan mereka di hutan? Misalnya seperti harimau, singa, gajah dan yang lainnya? Oh sungguh bagus jika mereka semua ada di pulau ini! Dengan begitu koloni kita akan dipenuhi ingar-bingar, tidak akan sunyi. Aku pun akan menggiring hewan-hewan itu semua ke sini, ke pantai ini! Oh indahnya jika mereka ada di sini~

We can dance, we can dance along the night
We can sing, we can sing until the sunrise
Around the fireside we’ll be drunk and fall asleep
In our island, in our treasure island..
Kita dapat menari sepanjang malam, sesuka hati kita tanpa ada yang mengganggu. Menarilah sampai kita lelah! Kita juga bisa memuaskan keinginan kita untuk bernyanyi sepanjang malam, sampai kita bertemu sang surya! Tidak akan ada yang mengeluh jika kita membuat kegaduhan sepanjang malam. Setelah puas dengan menari dan bernyanyi mengelilingi api unggun, kita terlelap karena terlalu capai. Mimpi dengan indah di pulau koloni milik kita, di kerajaan milik kita.

We can walk by the shimmering sand
The sky is as blue as your eyes, it’s where I would stay
We’ll find some games to play
Let’s feel the breeze and fly away
We don’t have much to say
So let’s just get your boat and catch the wave!
Di pulau koloni kita ini, kita juga bisa menyusuri pantai yang pasirnya berbisik lembut itu. Birunya langit seperti warna biru matamu, di situlah aku lihat sorot mata yang teduh. Sorot mata biru yang tenteram, yang seakan memanggilku untuk pulang ke pelukanmu. Sembari berjalan di pantai ini, cobalah kaurasakan angin laut yang berembus pelan. Rasakan hingga kau merasa terbang tinggi seperti burung camar di laut. Sampai-sampai kita tidak bisa berbuat banyak. Sampai-sampai tidak ada satu pun kata yang keluar dari mulut kita. Hei daripada diam, ayo naiki perahu yang sedang bersandar di dermaga itu! Kita nikmati debur ombak dan birunya laut itu!

We can dance, we can dance along the night 
We can sing, we can sing until the sunrise
Around the fireside we’ll be drunk and fall asleep
In our island, in our treasure island..
Seharian sudah kita bersenang-senang di pantai. Malam pun tiba, saatnya kita membuat pulau ini ramai kembali. Menari-nari mengelilingi api unggun. Hangat api membuat kita makin bersemangat, menari sambil menyanyi semalam suntuk. Hingga kita tertidur saking lelahnya di pulau berharga yang indah ini.



Selamat mendengarkan!





Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Sampul depan buku Gerbang Dialog Danur karya teh Risa via tokopedia.com


Dalam rangka rilisnya film Danur: I Can See Ghosts, yang terilhami dari buku berjudul Gerbang Dialog Danur karya teh Risa Saraswati, vokalis band indie Sarasvati, maka saya ikut menuliskan perhatian saya terhadap karya ini.

Share
Tweet
Pin
Share
2 comments
Older Posts

Valar morghulis

About Me

Me, is an enigma --for you, for the universe and for I myself. I write what I want to write. Scribo ergo sum. I write, therefore I am.

Follow Me

  • spotify
  • goodreads
  • SoundCloud

Hot Post

Maester's Chamber

  • ▼  2024 (1)
    • ▼  Maret 2024 (1)
      • Merenungkan Eros dan Growing Into Love
  • ►  2023 (1)
    • ►  Januari 2023 (1)
  • ►  2022 (2)
    • ►  April 2022 (1)
    • ►  Januari 2022 (1)
  • ►  2021 (5)
    • ►  Oktober 2021 (2)
    • ►  Juli 2021 (1)
    • ►  Juni 2021 (1)
    • ►  Mei 2021 (1)
  • ►  2020 (38)
    • ►  Oktober 2020 (2)
    • ►  September 2020 (1)
    • ►  Agustus 2020 (1)
    • ►  Juli 2020 (2)
    • ►  Mei 2020 (1)
    • ►  April 2020 (1)
    • ►  Februari 2020 (18)
    • ►  Januari 2020 (12)
  • ►  2019 (9)
    • ►  Desember 2019 (1)
    • ►  November 2019 (2)
    • ►  Oktober 2019 (1)
    • ►  September 2019 (1)
    • ►  Juli 2019 (1)
    • ►  Maret 2019 (2)
    • ►  Februari 2019 (1)
  • ►  2018 (8)
    • ►  September 2018 (1)
    • ►  Juli 2018 (1)
    • ►  Juni 2018 (1)
    • ►  Mei 2018 (2)
    • ►  April 2018 (1)
    • ►  Maret 2018 (1)
    • ►  Januari 2018 (1)
  • ►  2017 (21)
    • ►  November 2017 (2)
    • ►  September 2017 (3)
    • ►  Agustus 2017 (1)
    • ►  Juli 2017 (2)
    • ►  Juni 2017 (1)
    • ►  Mei 2017 (1)
    • ►  April 2017 (1)
    • ►  Maret 2017 (4)
    • ►  Februari 2017 (3)
    • ►  Januari 2017 (3)
  • ►  2016 (10)
    • ►  Desember 2016 (1)
    • ►  November 2016 (1)
    • ►  Oktober 2016 (1)
    • ►  Agustus 2016 (1)
    • ►  Juni 2016 (1)
    • ►  Mei 2016 (1)
    • ►  Maret 2016 (2)
    • ►  Februari 2016 (1)
    • ►  Januari 2016 (1)
  • ►  2015 (22)
    • ►  Desember 2015 (4)
    • ►  November 2015 (2)
    • ►  Oktober 2015 (1)
    • ►  September 2015 (1)
    • ►  Agustus 2015 (6)
    • ►  Juli 2015 (2)
    • ►  Juni 2015 (2)
    • ►  Mei 2015 (2)
    • ►  Maret 2015 (1)
    • ►  Januari 2015 (1)
  • ►  2014 (5)
    • ►  Desember 2014 (1)
    • ►  September 2014 (4)

Tags

acara berjalan-jalan dapur kamar renungan kamar tengah kotak musik perpustakaan ruang tengah taman belakang

Created with by ThemeXpose