• Home
  • Author
  • Send a raven!
spotify goodreads SoundCloud

Huis van Abdï

Diberdayakan oleh Blogger.

Kamu kerap mengalami lewah pikir? Overthinking? Dan pikiran yang kadang berkecamuk dan susah diredam? Bagus! Selamat datang di dunia dewasa!

Sungguh saat menulis ini saya sedang berada di kondisi mental yang tidak nyaman. Kestabilan yang di minggu-minggu lalu ada, dalam dua minggu nampaknya sirna.

Saya harus setengah hidup setengah mati menjaga mood, tetap haha-hihi ketika bersama teman, dan terlihat biasa-biasa saja. Padahal dalam pikiran, beuhhhh rasanya mau melompat ini otak!

Makin dewasa (ehem), saya makin sadar bahwa membanding-bandingkan diri itu bukan suatu yang baik dan patut dilestarikan. Makin dewasa (ehem lagi), saya makin mengerti kalau alih-alih membandingkan diri (dan kepemilikan) dengan orang lain, baiknya kita membandingkan kita dengan versi kita sebelumnya.

Hah gimana tuh?

Iya, jadi coba bandingkan diri kita setahun, dua tahun, lima tahun, sepuluh tahun yang lalu. Bandingkan saat kita di masa sekolah menengah atau bangku kuliah. Apa yang sudah berubah menjadi baik? Sadarkah kalau kita sudah berjalan sejauh sekarang?

Berprogres yah! via Unsplash/Hayley Seibel

Jujur saya sedang mencoba mengerti dan merasakan hal-hal yang saya berhasil upgrade. Ini memang absurd, tapi kadang ini berhasil juga. Kita mencoba menggali hal yang dulu ada pada diri kita, eh sekarang udah ga ada.

Contoh, dulu saya ngga sikat gigi sebelum tidur. Entah kenapa suatu malam di 2013 saya mulai menyikat gigi sebelum tidur. Dan itu terjadi hingga sekarang! Sudah jadi kebiasaan.

Contoh lainnya saya dulu orangnya bodo amat dengan yang namanya pengeluaran. Pengeluaran seringkali tidak tercatat dan akhirnya melabeli diri boros. Ya padahal itu tindakan saya sendiri yang tidak disiplin. Akhirnya saya mulai mencatat pengeluaran saya. Setelah dievaluasi, saya ngga boros-boros amat kok. Malah saya sekarang jadi mikir ternyata saya termasuk pelit pada diri sendiri! Haha.

Sepertinya membandingkan dengan versi diri sebelumnya ini jadi salah satu contoh yang baik untuk ditiru dand diaplikasikan. Saya jadi ingat Apple selalu membandingkan produk saat ini dengan sebelumnya. Bukan membandingkan dengan produk lain. Akhirnya kita tau apa yang belum di-upgrade dari diri kita.

Harusnya saya juga sadar bahwa saya sudah banyak berubah. Dari orang yang ceplas-ceplos menjadi lebih agak mengerem omongan ketika berbicara. Ya meski menurut saya ngga harus jadi orang yang lemah lembut panas terik(?) juga sih. Tinggal dipersonalisasikan saja.

Ya, saya cocoknya pakai metode ini sih untuk memotivasi (dan menghibur) diri. Mungkin ini tidak cocok di kamu, atau malah cocok banget! Siapa tau, kan?

Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Itu yang saya lontarkan (dalam hati, lalu dari mulut) ketika seorang teman menghidu aroma rilisan terbaru eau de parfum karya Christian Sugiono bersama HMNS: The Perfection.


Secara hiperbola, wangi berkas atas (top note) akan menarik imajinasi saya jauh ke abad pertengahan ketika rentetan kejadian dalam buku Nathaniel's Nutmeg terjadi.


Ada hubungan abstrak antara buku dan berkas aroma The Perfection yang sudah diterjemahkan menjadi Pulau Run.


Sehingga akhirnya menjadi "wangi tema" dari buku tersebut –setidaknya menurut saya pribadi. 


Kok gitu? Lanjut aja bacanya~

Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Halo! Ini topik yang sensitif bagi sebagain orang, ya namanya juga krisis. Tapi sumpah, ini topik yang tidak akan habis dibahas semalam suntuk bak tugas membangun candi dalam semalam.

Krisis seperempat abad ini akan menemani kita hingga usia yang berbeda tiap orang, mungkin di menuju kepala tiga. Atau bahkan, sebelum itu? Mungkin.

Setidaknya untuk saya, fase ini masih menemani hingga sekarang. Tidak sampai terlalu akut, sih, overthinking-nya. Tapi tetap, membikin pikiran gundah gulana.


Anjing ras golden retriever sedang tersenyum via Unsplash/@JohnPrince

Tahun ini saya berusia 27 tahun, tetapi masih akrab sekali dengan krisis yang satu ini. Memikirkan secara berlebihan, dan tentunya masih mengalami kegalauan yang tak habis-habis.

Bersyukur sebenarnya kegalauan ini tak terbatas, karena artinya saya masih bertahan. Masih hidup, dan ingin hidup. Masih ada yang harus dicapai, diraih, dan dikerjakan.Masih ingin mengalami jatuh dan bangun.

Abdi, kamu kuat. Kamu bertahan, kamu berjuang, kamu hidup, dan menghidupi. Tetaplah hidup (dan menghidupi)!

Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Hei, kamu. Semoga semesta menunjukkan tulisan ini untukmu.

Jadi, temanku bilang aku cukup persisten saat mengirim pesan ke padamu yang seringnya meninggalkanku dengan tanda "Read" saja.

Dia bilang aku persisten. Gigih, dalam mengirim pesan. Entah hanya bertanya kabar atau basa-basi. Padahal dalam hati aku mau juga dikirim pesan pertama. 

Tapi, ya sudahlah. Dalam hati aku sudah bulat bahwa aku yang akan berperan sebagai "pemberi". Ini konsekuensinya.

Aku lelah, jujur. Tapi tak aku sampaikan saja padamu. Biar semesta yang akhirnya menunjukkannya.

Menjadi pemberi itu melelahkan, aku sadar. Tapi hidup tak cuma tentang mengambil apa yang bertebaran, memanen apa yang ditanam. 

Jadi aku masih percaya bahwa mungkin di kehidupan sebelumnya aku terlalu banyak mengambil, sedikit memberi. Saatnya untuk memberi sebanyak-banyaknya. Selapang-lapangnya.

Airku, airmu juga. Tak 'kan kemana.

Mungkin kalau saat ini --di masa pandemi-- kita harus jarang bertukar kabar, mungkin seterusnya kita akan bersama? Ya. Aku harap begitu. Meski terdengar agak berhalusinasi tapi tak apa. 

Jadilah pemberi, karena yang kauberi tak kan juga kemana.

Memberi via Unsplash


Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Minggu ini saya merasa agak mampu menerapkan tindakan --yang sekali lagi menurut saya-- sudah sesuai dari buku Filosofi Teras karangan Om Manampiring. Atur yang bisa diatur, jangan terlalu khawatirkan yang tidak bisa diatur.

Sebenarnya saya sudah mendengar ucapan serupa saat menggarap skripsi, di semester 8. Di dunia ini memang ada hal yang tidak bisa kita atur, namun ada juga yang bisa kita atur. Nah, hendaknya kita bisa berfokus pada hal yang bisa kita atur saja.



Tapi namanya manusia, terkadang masih belajar untuk menerima hal yang tak bisa diatur tadi. Terlalu memikirkannya sehingga lupa akan sesuatu yang seharusnya bisa kita kendalikan.

Dalam buku Filosofi Teras juga disebutkan dikotomi kendali, yang meletakkan dasar bahwa ada beberapa hal yang perlu kita fokus untuk kendalikan.

Entah saya sedikit demi sedikit sudah bisa menerapkan tindakan-tindakan ala stoic atau tidak, tapi saya merasa lebih damai. Dengan cara memfokuskan diri pada hal-hal yang bisa kendalikan.

Bicara masalah kendali, nampaknya kita punya otoritas penuh atas apa yang sudah kita pilih. Kita merdeka sepenuhnya.


Share
Tweet
Pin
Share
No comments
I woke up in not-so-fit condition. I dreamt about you, or at least my mind told me that the person was you.

At that time, your lips didn't moving, meaning you didn't talk to me nor everyone. You remained silent. 

I was happy yet sad when I woke up, opening my eyes without your presence around me. It got me saddened when I realised that lately, we're kind of loose contact. Not so frequent.

On recent days, friends of mine also striked by unlucky situation in their loves. Broke-up if I might supposed.

Finally it striked me as well even though we're not officialy in relationship but I feel theirs. Lost is humans' best friend at the end of the day. So do I.

Badai melankoli menerpa via Sasha Freemind/Unsplash

Honestly, I want to make many memories with you, not just dream. It's true, today was your visit to me. But, please don't come again. I need to make memories with you, not only dreams. 

Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Older Posts

Valar morghulis

About Me

Me, is an enigma --for you, for the universe and for I myself. I write what I want to write. Scribo ergo sum. I write, therefore I am.

Follow Me

  • spotify
  • goodreads
  • SoundCloud

Hot Post

Maester's Chamber

  • ▼  2024 (1)
    • ▼  Maret 2024 (1)
      • Merenungkan Eros dan Growing Into Love
  • ►  2023 (1)
    • ►  Januari 2023 (1)
  • ►  2022 (2)
    • ►  April 2022 (1)
    • ►  Januari 2022 (1)
  • ►  2021 (5)
    • ►  Oktober 2021 (2)
    • ►  Juli 2021 (1)
    • ►  Juni 2021 (1)
    • ►  Mei 2021 (1)
  • ►  2020 (38)
    • ►  Oktober 2020 (2)
    • ►  September 2020 (1)
    • ►  Agustus 2020 (1)
    • ►  Juli 2020 (2)
    • ►  Mei 2020 (1)
    • ►  April 2020 (1)
    • ►  Februari 2020 (18)
    • ►  Januari 2020 (12)
  • ►  2019 (9)
    • ►  Desember 2019 (1)
    • ►  November 2019 (2)
    • ►  Oktober 2019 (1)
    • ►  September 2019 (1)
    • ►  Juli 2019 (1)
    • ►  Maret 2019 (2)
    • ►  Februari 2019 (1)
  • ►  2018 (8)
    • ►  September 2018 (1)
    • ►  Juli 2018 (1)
    • ►  Juni 2018 (1)
    • ►  Mei 2018 (2)
    • ►  April 2018 (1)
    • ►  Maret 2018 (1)
    • ►  Januari 2018 (1)
  • ►  2017 (21)
    • ►  November 2017 (2)
    • ►  September 2017 (3)
    • ►  Agustus 2017 (1)
    • ►  Juli 2017 (2)
    • ►  Juni 2017 (1)
    • ►  Mei 2017 (1)
    • ►  April 2017 (1)
    • ►  Maret 2017 (4)
    • ►  Februari 2017 (3)
    • ►  Januari 2017 (3)
  • ►  2016 (10)
    • ►  Desember 2016 (1)
    • ►  November 2016 (1)
    • ►  Oktober 2016 (1)
    • ►  Agustus 2016 (1)
    • ►  Juni 2016 (1)
    • ►  Mei 2016 (1)
    • ►  Maret 2016 (2)
    • ►  Februari 2016 (1)
    • ►  Januari 2016 (1)
  • ►  2015 (22)
    • ►  Desember 2015 (4)
    • ►  November 2015 (2)
    • ►  Oktober 2015 (1)
    • ►  September 2015 (1)
    • ►  Agustus 2015 (6)
    • ►  Juli 2015 (2)
    • ►  Juni 2015 (2)
    • ►  Mei 2015 (2)
    • ►  Maret 2015 (1)
    • ►  Januari 2015 (1)
  • ►  2014 (5)
    • ►  Desember 2014 (1)
    • ►  September 2014 (4)

Tags

acara berjalan-jalan dapur kamar renungan kamar tengah kotak musik perpustakaan ruang tengah taman belakang

Created with by ThemeXpose