• Home
  • Author
  • Send a raven!
spotify goodreads SoundCloud

Huis van Abdï

Diberdayakan oleh Blogger.
Ada kalanya menangis mampu meringankan beban. Di lain waktu, menangis malah menambah beban. Apapun yang terjadi, itu artinya diri kita masih cukup sensitif merasa.

Suatu hari di waktu yang tak terhingga, Ia yang Tak Bernama tiba-tiba menangis di dekat ibunya yang sedang terbaring lemah karena sakit. Ia tak menangisi ibunya, alih-alih ia menangisi dirinya sendiri. Menangisi dirinya yang tak mampu berbuah sesuatu pada dirinya sendiri. Menangisi keadaan yang tak 'kan berubah meski air matanya menjelma menjadi butiran mutiara. Ia hanya ingin menangis.

Dalam pikirannya, ia tak kuasa melawan arus. Harusnya ia menjadi arus itu sendiri, namun kali ini ia menjadi ikan mati yang terbawa arus.

Ia menangis via Pexels


"Biarlah", tandasnya lirih sembari makhluk-makhluk raksasa mengerikan di dalam kepalanya memangsa kewarasannya.

Tangisan yang paling buruk adalah tangis tanpa suara. Yang ada hanyalah butiran air mata yang keluar deras, bagaikan air bah. Tangis yang disertai tatapan mata kosong, sedangkan di dalam pikirannya ada badai yang berkecamuk, meluluhlantakkan kedamaian jiwa. Sesedih itu, sesendu itu.

Ia sejatinya adalah anak  yang selalu tabah dan tegar di hadapan orang-orang, keluarga, dan teman-temannya. Namun kali ini, ia sedang ini menjadi makhluk rapuh. Tanpa cangkang keras yang melindungi lemahnya sisi terdalam jiwanya, bebas tanpa perlindungan apapun. Ia mempersilakan segala bentuk pikiran negatif menyerbu, meraup segala kesenangan di sudut-sudut hati, di relung-relung jiwa.

Bagaimanapun ia tersadar, dirinya tak sendiri. Pun manusia-manusia yang hidup sebelum ia lahir. Mereka pasti mengalami apa yang dialaminya saat ini. Begitu pula dengan ibunya yang tertidur pulas di sampingnya.

Kesedihan itu terus mengalir dalam lembah pikirannya. Ia juga ingin menjadi makhluk realistis, tanpa pemanis yang diada-adakan. Tak hanya kesenangan dan kabar gembira yang ingin ia lahap, tetapi segala bentuk kesan negatif jua.

Rupanya ia hanya ingin menjadi manusia biasa.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Saya memang suka menulis, tapi sayangnya tidak rutin dan gaya menulis saya masih belum stabil. Kadang begini, kadang begitu. Pokoknya belum konstan, lah!

Ngomong-ngomong saya sedang berada di Pare, Kediri yang terkenal dengan Kampung Inggris-nya itu lho. Saya di sini untuk membiasakan diri berlatih untuk tes IELTS yang tak tahu akan saya ambil kapan. Yang penting, saya tahu dulu! Hehe.

Nah, karena saya terdaftar di kelas Persiapan IELTS, dan IELTS --seperti tes kemampuan bahasa lainnya-- saya dipaksa menulis. Tak tanggung-tanggung, setidaknya lima hari dalam seminggu saya dipaksa menulis esai ala tes IELTS. Minimal 250 kata harus saya tulis di esai itu. Memang mungkin lebih sedikit daripada tulisan-tulisan tidak jelas saya di blog.

Karena saya dipaksa menulis, maka rasanya saya sudah mulai ketagihan. Dan saya berencana yang muluk-muluk untuk menulis artikel berbahasa Inggris dan mengirimkannya ke situs-situs berbahasa Inggris pula. Hehe.

Enanya menjadi kutjing tapi tida bisa ngeblog :) via Medium


Tapi kalau dipikir-pikir, menulis artikel di media berbahasa Indonesia saja tidak pernah ini malah mau menulis di media berbahasa asing! Edan ya Anda?

Sebenarnya ada keingin kuat sebulan terakhirn untuk menulis di media anak muda semacam Mojok atau VICE Indonesia. Tetapi entah kenapa jadi kaku dan mengalami apa yang disebut writer's block. (Halah, bilang saja kau hanya tidak berbakat, Malih!)

Menulis di blog secara rutin saja sudah bersyukur, harusnya. Tapi keinginan melebihi kebutuhan jadi saya bersikeras untuk menulis di media. Doakan saja terjadi! 
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Saya sedang tidak suka apa-apa yang berbau premium. Bukan bahan bakar yang memang baunya menyengat, ya. Tapi produk maya yang premium, misalnya saja Spotify.

Kenapa? Entah. Mungkin sedang bosan.

Memang iklan terdengar menjengkelkan, tapi entah kenapa setelah beberapa kali mencoba fitur premium saya jadi rindu suara iklan di jeda antarlagu.

Karena Spotify menerapkan kebijakan membatasi melewati lagu hal ini tentunya sedikit banyak ada faedahnya: agar kita juga terbiasa tidak menekan tombol thank you next sesering mungkin.

Ini jadi pertimbangan menurut saya karena kita jadi tidak bisa menghayati lagu-lagu baru yang kemungkinan banyak disuka khalayak ramai. Terlalu melewati lagu juga membikin kita tidak fokus mengerjakan hal lainnya. Jadinya kita terpaku hanya pada tombol next.

Sebetulnya isi iklan Spotify juga tidak terlalu mengganggu. Apa mengganggunya coba kalau isinya cuma itu-itu saja? Yakni menyuruh kita untuk meningkatkan status dari pengguna biasa menjadi pengguna premium.

Untuk golongan orang-orang yang sudah murtad premium tentunya juga tidak terlalu berpengaruh. Sering-seringlah beriklan, toh sudah mencicipi bagaimana menjadi bagian jamaah al-frimiumiyah.

Lain cerita dengan domain blog yang sudah kembali ke jalan yang benar: blogspot dot com. Ini juga saya akhirnya berpindah karena ternyata dengan membeli domain tulisan saya tidak produktif. Malah makin berkurang kuantitasnya.

Membeli domain juga tidak menyumbang pemasukan, bahkan sebaliknya. Domain menggerus pundi-pundi saya hingga alamat blog saya harus ditangguhkan.


Tidak Premium? Anda Sobat Missqueen ya?

Pusing pala sobat missueen via Unsplash
Bukan begitu ya. Juga bukan tidak ada maksud untuk menjadi tidak premium selamanya. Tapi sepertinya menikmati masa-masa tidak premium adalah selingan yang menyenangkan. Jadi ada variasinya, gitu. Ibarat tuts piano, tidak semua putih kan? Kita perlu tuts hitam untuk memperindah suatu lagu.

Lagipula kalau ditanya, jawab saja dengan enteng: saya pernah premium kok. Urusan kelar.

Hm, menurut saya golongan premium juga golongan orang yang lemah. Lemah karena tidak tahan suara iklan yang memang terkadang mengganggu. Tapi, bukan berarti saya tidak menampik bahwa diri ini adalah golongan yang lemah. Karena tanpa golongan lemah, golongan kuat tahan iklan tak kan pernah ada. So, cheers to them!

Untuk menutup tulisan tidak jelas ini, saya hanya ingin menekankan bahwa ya....menjadi tidak premium bukan dosa besar. Nikmatilah!
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Halo!
Wah sudah lama tidak mengunjungi rumah ini. Rumahnya antisosial rupanya.

Banyak yang terjadi, tapi tak sempat ditulis. Keterbatasan menulis langsung saat tersambung secara daring ke internet adalah salah satu penyebabnya. Jadilah sekarang saya baru menulis. Maafkan, ya, rumah!

Ilustrasi menulis via visualcommunications.co.uk


Karena saya sudah mengundurkan diri dari tempat saya bekerja, nampaknya sudah seharusnya saya meramaikan kembali rumah ini. Sedih sekali melihat tulisan di tahun 2018 hanya 8 tulisan. Padahal sudah punya domain sendiri dan tanpa embel-embel blogspot.com.

Ya sudah, mari mengisi kekosongan bagian rumah ini kembali!
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Newer Posts
Older Posts

Valar morghulis

About Me

Me, is an enigma --for you, for the universe and for I myself. I write what I want to write. Scribo ergo sum. I write, therefore I am.

Follow Me

  • spotify
  • goodreads
  • SoundCloud

Hot Post

Maester's Chamber

  • ▼  2024 (1)
    • ▼  Maret 2024 (1)
      • Merenungkan Eros dan Growing Into Love
  • ►  2023 (1)
    • ►  Januari 2023 (1)
  • ►  2022 (2)
    • ►  April 2022 (1)
    • ►  Januari 2022 (1)
  • ►  2021 (5)
    • ►  Oktober 2021 (2)
    • ►  Juli 2021 (1)
    • ►  Juni 2021 (1)
    • ►  Mei 2021 (1)
  • ►  2020 (38)
    • ►  Oktober 2020 (2)
    • ►  September 2020 (1)
    • ►  Agustus 2020 (1)
    • ►  Juli 2020 (2)
    • ►  Mei 2020 (1)
    • ►  April 2020 (1)
    • ►  Februari 2020 (18)
    • ►  Januari 2020 (12)
  • ►  2019 (9)
    • ►  Desember 2019 (1)
    • ►  November 2019 (2)
    • ►  Oktober 2019 (1)
    • ►  September 2019 (1)
    • ►  Juli 2019 (1)
    • ►  Maret 2019 (2)
    • ►  Februari 2019 (1)
  • ►  2018 (8)
    • ►  September 2018 (1)
    • ►  Juli 2018 (1)
    • ►  Juni 2018 (1)
    • ►  Mei 2018 (2)
    • ►  April 2018 (1)
    • ►  Maret 2018 (1)
    • ►  Januari 2018 (1)
  • ►  2017 (21)
    • ►  November 2017 (2)
    • ►  September 2017 (3)
    • ►  Agustus 2017 (1)
    • ►  Juli 2017 (2)
    • ►  Juni 2017 (1)
    • ►  Mei 2017 (1)
    • ►  April 2017 (1)
    • ►  Maret 2017 (4)
    • ►  Februari 2017 (3)
    • ►  Januari 2017 (3)
  • ►  2016 (10)
    • ►  Desember 2016 (1)
    • ►  November 2016 (1)
    • ►  Oktober 2016 (1)
    • ►  Agustus 2016 (1)
    • ►  Juni 2016 (1)
    • ►  Mei 2016 (1)
    • ►  Maret 2016 (2)
    • ►  Februari 2016 (1)
    • ►  Januari 2016 (1)
  • ►  2015 (22)
    • ►  Desember 2015 (4)
    • ►  November 2015 (2)
    • ►  Oktober 2015 (1)
    • ►  September 2015 (1)
    • ►  Agustus 2015 (6)
    • ►  Juli 2015 (2)
    • ►  Juni 2015 (2)
    • ►  Mei 2015 (2)
    • ►  Maret 2015 (1)
    • ►  Januari 2015 (1)
  • ►  2014 (5)
    • ►  Desember 2014 (1)
    • ►  September 2014 (4)

Tags

acara berjalan-jalan dapur kamar renungan kamar tengah kotak musik perpustakaan ruang tengah taman belakang

Created with by ThemeXpose