• Home
  • Author
  • Send a raven!
spotify goodreads SoundCloud

Huis van Abdï

Diberdayakan oleh Blogger.
Sebulan sudah saya di Malang, berpindah tempat kerja ke rantau yang lebih dekat dengan rumah. Saya bukan pencerita yang baik, bahkan saya tidak menuliskan hal-hal yang saya sepatutnya tuliskan ketika berada di Ternate, kala itu. Mungkin setelah ini, akan ada bagian yang hilang tersebut yang akan saya tulis.

Kembali ke Malang berarti kembali pada dinginnya musim pancaroba. Saat peralihan dari musim hujan ke musim kemarau. Musim Maba (mahasiswa baru) kami menyebutnya. Dimana pagi hari suhu hanya belasan celsius, dan malamnya akan bertambah dingin.

Hampir dua tahun hidup di tempat yang kaya akan sinar matahari, lalu kembali ke tempat yang cenderung dingin kering membikin tubuh saya agak kewalahan.

Seminggu pertama saya di Malang, kira-kira dari tanggal 25 Juni saya mengalami murus-murus. Alias, suka BAB. BAB-nya bukan normal, tapi lebih ke cairan dan gas saja (jangan dibayangkan!). Bahkan sehari bisa sampei 6 atau 7 kali BAB. Sungguh cara BAB yang sangat boros air!

Pekan kedua, hidung saya tersumbat sehingga susah bernapas. Ini juga tidak ramah lingkungan karena saya juga harus bolak-balik ke kamar mandi untuk membuang ingus. Hal ini diperparah dengan kamar kost yang terletak lebih rendah dari pada tanah, sehingga menambahkan kelembaban.

Memasuki minggu ketiga, akhirnya tubuh saya sudah mulai bisa menerima dan beradaptasi kembali dengan cuaca Kota Malang yang nduselable.

Dua minggu (atau lebih) pertama saya di Malang, saya rasa saya dikalibrasi untuk menyesuaikan dengan cuaca di sini. Cuaca yang bisa dinikmati sambil cuddling, kalau punya pasangan sih. Hehe.

Ngomong-ngomong masalah ndusel, saya akhirnya membuat playlist di akun Spotify saya untuk menemani hari-hari di Malang sebagai kota yang kelonable.

Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Afternoon Talk merupakan band indie asal Lampung yang beranggotakan Osa, Sofia, dan Ridwan. Band yang dibentuk pada 2011 ini mengusung genre folk, dipadu dengan suara guitalele yang syahdu sehingga menimbulak kesan yang "lembut" dan "menyejukkan".

Lagu ini berisi tentang sepasang kekasih yang sedang berfantasi memiliki pulau pribadi. Dua orang itu sedang dimabuk asmara, tak ayal imaji mereka membubung tinggi. Ya, itulah makna dari lagu ini menurut saya, dimana sejoli sedang berada dalam keadaan intim, sebuah momen yang tidak terlupakan :)


Artwork untuk single Island via Bandcamp.com
Island - Afternoon Talk

We can build a kingdom here
And we can start a colony
Cause it’s just you and I lay here in silence
Kita bisa membangun sebuah kerajaan di sini, lengkap dengan kastilnya yang megah. Juga dengan pengawal dan dayang-dayang kerajaan. Ya! Dan jangan lupa, kita bisa membentuk koloni di sini. Agar tak sesepi seperti sekarang ini, hanya aku dan kamu saja. Kamu tidak mau ‘kan kerajaan itu hanya berisi aku dan kamu?

I start to wonder
If I could find inside the wild a tiger, a lion, an elephant and elses
I’d ask them to bring all their fine friends to the seashore.. Oooo Oooo..
Aku jadi bertanya-tanya, apakah di sini ada hewan-hewan liar? Bisakah kutemukan mereka di hutan? Misalnya seperti harimau, singa, gajah dan yang lainnya? Oh sungguh bagus jika mereka semua ada di pulau ini! Dengan begitu koloni kita akan dipenuhi ingar-bingar, tidak akan sunyi. Aku pun akan menggiring hewan-hewan itu semua ke sini, ke pantai ini! Oh indahnya jika mereka ada di sini~

We can dance, we can dance along the night
We can sing, we can sing until the sunrise
Around the fireside we’ll be drunk and fall asleep
In our island, in our treasure island..
Kita dapat menari sepanjang malam, sesuka hati kita tanpa ada yang mengganggu. Menarilah sampai kita lelah! Kita juga bisa memuaskan keinginan kita untuk bernyanyi sepanjang malam, sampai kita bertemu sang surya! Tidak akan ada yang mengeluh jika kita membuat kegaduhan sepanjang malam. Setelah puas dengan menari dan bernyanyi mengelilingi api unggun, kita terlelap karena terlalu capai. Mimpi dengan indah di pulau koloni milik kita, di kerajaan milik kita.

We can walk by the shimmering sand
The sky is as blue as your eyes, it’s where I would stay
We’ll find some games to play
Let’s feel the breeze and fly away
We don’t have much to say
So let’s just get your boat and catch the wave!
Di pulau koloni kita ini, kita juga bisa menyusuri pantai yang pasirnya berbisik lembut itu. Birunya langit seperti warna biru matamu, di situlah aku lihat sorot mata yang teduh. Sorot mata biru yang tenteram, yang seakan memanggilku untuk pulang ke pelukanmu. Sembari berjalan di pantai ini, cobalah kaurasakan angin laut yang berembus pelan. Rasakan hingga kau merasa terbang tinggi seperti burung camar di laut. Sampai-sampai kita tidak bisa berbuat banyak. Sampai-sampai tidak ada satu pun kata yang keluar dari mulut kita. Hei daripada diam, ayo naiki perahu yang sedang bersandar di dermaga itu! Kita nikmati debur ombak dan birunya laut itu!

We can dance, we can dance along the night 
We can sing, we can sing until the sunrise
Around the fireside we’ll be drunk and fall asleep
In our island, in our treasure island..
Seharian sudah kita bersenang-senang di pantai. Malam pun tiba, saatnya kita membuat pulau ini ramai kembali. Menari-nari mengelilingi api unggun. Hangat api membuat kita makin bersemangat, menari sambil menyanyi semalam suntuk. Hingga kita tertidur saking lelahnya di pulau berharga yang indah ini.



Selamat mendengarkan!





Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Lahir pada hari ini, 111 tahun yang lalu, Rachel Carson adalah seorang penulis dan ekologis berkebangsaan Amerika Serikat. Karena bukunya yang berjudul "Silent Spring" dia dinobatkan sebagai wanita pengubah sejarah lingkungan di Amerika Serikat (AS), bahkan dunia. Kenapa?
Buku legendaris, yang semestinya dibaca tiap mahasiswa pertanian seperti saya via Manhattan Rare Book Company
Dalam bukunya yang diterbitkan pada 1962 itu, dia memaparkan dampak dari kebijakan pemerintah AS pada masa itu yang mengggunakan pestisida berbahan aktif DDT (dichlorodiphenyltrichloroethane) untuk memberantas hama spruce budworm (Choristoneura sp.). Dampaknya adalah berkurangnya populasi ikan salmon di Sungai Miramichi. Dia menulis, DDT memang aktif memberantas spruce budworm, namun DDT juga sama mematikannya pada serangga air yang merupakan makanan ikan salmon yang masih muda, sehingga pada masa itu terjadi pengurangan populasi yang signifikan.
Rachel Carson via Alabama Chanin Journal
Setelah publikasi buku Silent Spring, banyak negara-negara mengikuti langkah Amerika Serikat untuk mengurangi, bahkan menghentikan penggunaan pestisida berbahan aktif DDT. Misalnya Swedia yang hampir 10 tahun bisa mengurangi penggunaan DDT sebesar 68%, dan mengurangi dampak pestisida terhadap kesehatan manusia sebesar 77%.
Berkebalikan dengan Swedia, Indonesia pada tahun 60-an yang dipimpin oleh Presiden Soeharto malah sedang gencar-gencarnya melakukan Revolusi Hijau, yang diimplementasikan melalui Repelita, Rencana Pembangunan Lima Tahun. Repelita Pertama (1969–1974) bertujuan memenuhi kebutuhan dasar dan infrastruktur dengan penekanan pada bidang pertanian.


Repelita I via slideshare
Dilaksanakannya Repelita I menurut saya, merupakan suatu kerugian di bidang pertanian. Mulai dari kesuburan yang berkurang, hilangnya sumberdaya genetik, hingga berkurangnya kearifan lokal petani yang selaras dengan alam. Di sini, banyak perubahan-perubahan yang terjadi selama dilaksanakannya program Repelita, yang berakibat sampai detik ini.

Penyemprotan pestisida pada tanaman pertanian memang menurunkan tingkat serangan, sehingga panen meningkat. Namun, hal ini juga turut mematikan serangga predator yang merupakan musuh alami hama tadi. Sehingga berakibat juga pada keseimbangan jaring-jaring makanan di alam.

Sebenarnya, petani-petani pada masa sebelum Repelita sudah memiliki teknologi mengenai pertanian. Input pertanian (pupuk, pestisida) yang minim dan keseimbangan ekologis adalah koentji. Namun, karena pada masa itu komunikasi pemerintah bersifat top-down, dimana masyarakat harus tunduk patuh (karena rezim militernya) akhirnya petani tidak punya pilihan lain selain mengikuti keserakahan dan ambisi penguasa saat itu.

Input pertanian berupa pupuk dan pestisida yang juga anorganik digalakkan, petani diikutkan bimas (bimbingan massal). Dalam bimas ini, petani didorong untuk menggunakan input anorganik, harapannya agar produksi padi meningkat, sehingga target swasembada pangan tercapai.
Warisan Orba dari Program Repelita via Republika.co.id
Praktiknya, produksi padi memang mengalami peningkatan yang drastis, dan tentunya Indonesia berhasil swasembada. Namun, bimbingan teknis yang tidak dibarengi dengan pengembangan kapasitas internal petani, mengakibatkan ketergantungan petani terhadap pupuk dan pestisida itu makin tinggi. Dampak dari tingginya penggunaan pupuk dan pestisida anorganik yaitu pencemaran pada sungai, turunnya keanekaragaman hayati pada ekosistem, serta rusaknya keseimbangan hara dalam tanah.

Sumarno (2006) dalam publikasinya menyebutkan dampak negatif dari Revolusi Hijau zaman Orba pada komoditas padi yaitu:

  1. Usahatani pada komoditas padi memerlukan modal yang tinggi, karena adanya keharusan petani untuk membeli input eksternal seperti benih, pupuk, dan pestisida
  2. Budidaya padi harus mengikuti panduan yang rumit seperti jumlah benih per hektar, umur bibit dll.
  3. Adanya satu varitas unggul nasional yang ditanam secara luas
  4. Varitas lokal padi unggulan terdesak
  5. Keanekaragaman varitas padi menjadi berkurang, bahkan varitas lokal menjadi punah
  6. Tanaman padi menjadi lebih rentan terhadap hama dan penyakit
  7. Interaksi hama dan varitas rakitan menyebabkan adanya hama yang lebih resisten
Melihat dampak-dampak yang ditimbulkan, sungguh sangat disayangkan bahwa kita sudah kehilangan kesempatan untuk mengeksplorasi keanekaragaman hayati milik kita sendiri. Kebijakan yang tidak tepat dan cenderung ambisius, melahirkan dampak yang sangat susah bahkan tidak mungkin untuk dipulihkan.

Di hari ulang tahun Rachel Carson ini, saya berpikir untuk lebih awas dan sadar akan pentingnya dampak yang ditimbulkan daripada sekadar keinginan manusia. Penggunaan sesuatu yang berlebihan pastilah menimbulkan dampak yang tak terduga, karena dampaknya beum muncul sekarang, namun nanti.



Bahan rujukan:

Pimentel, D. 2012. Silent Spring, the 50th Anniversary of Rachel Carson's Book. https://bmcecol.biomedcentral.com/articles/10.1186/1472-6785-12-20. Diakses pada 27 Mei 2018
Rusdianto. 2015. Merawat Varietas Lokal, Kebangkan Selaras Alam. http://www.mongabay.co.id/2015/05/17/merawat-varietas-lokal-kembangkan-selaras-alam/. Diakses pada 27 Mei 2018
Sumarno. 2006. Teknologi Revolusi Hijau Lestari untuk Ketahanan Pangan Nasional Masa Depan. Seminar Nasional Sumber Daya Lahan Pertanian. Bogor
....dan sumber dari Google dari hasil "dampak negatif revolusi hijau".
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Kadang saya merasa masih belum kenal dengan diri sendiri. Terdengar aneh? Biarlah. Saya merasa saya masih kaku dan terkadang merasa awkward dengan diri sendiri.

Hal yang paling aneh menurut saya adalah, saya orangnya mudah bosan. Ini sudah tercermin dari dahulu kala, sejak saya masih dibelikan mainan oleh orang tua. Minggu ini inginnya itu, minggu depan sudah bosan dengan mainan itu. Lalu saya merengek minta mainan baru. Besoknya sudah tau-tau bosan dan ingin mainan yang lain. Dan seterusnya.

Bermuram durja(na) via freeimages.com

Menjadi pribadi yang mudah bosan kadang menjengkelkan. Contohnya ya....saya. Dan saya juga jengkel dengan diri sendiri kenapa amat mudah bosan? Amat mudah beralih kesukaan?

Ngomong-ngomong masalah kesukaan, saya jadi ingat seseorang yang saya suka. Belum cinta, sih. Tapi apa bedanya suka dengan cinta? Entahlah, silakan bedakan sendiri.

Kemarin saya iseng-iseng menandai tanggal dimana saya sedang menyukai seseorang. Iya, masih tahap suka. Dari hasil menandai kalender sebulan terakhir, saya sudah berganti orang yang disuka sudah tiga kali. Saya bebaskan Anda untuk menghakimi saya orangnya nanti tidak setia.

Yah....ternyata saya suka sama orang cuma maksimal 2 minggu, habis itu suka sama yang lain. Tidak asyik, ya?


Saya kadang ingin seperti orang lain yang kalau suka ya suka sekali. Tenggelam dalam rasa yang tak pernah padam, sampai akhirnya jadian. Sayangnya saya bukan individu yang seperti itu. Saya terlalu egois untuk tidak berpindah ke lain hati.

Cuma berapa hari tuh 😭

Tapi mau bagaimana lagi? Inilah diri saya, yang rentang kesukaan terhadap orang hanya seumur kecambah kacang hijau. Saya harap bisa menjadi catatan tersendiri untuk saya, dan jodoh saya yang mungkin sedang membaca (oke, bagian ini bisa di-skip).

Kadang sedih sih, tapi apa mau dikata
Teruntuk saya, janganlah berkecil hati. Berbesarlah hati menghadapi kenyataan hidup. Ingat, selagi masih muda silakan berbosan-bosan dahulu! Cheers!
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Newer Posts
Older Posts

Valar morghulis

About Me

Me, is an enigma --for you, for the universe and for I myself. I write what I want to write. Scribo ergo sum. I write, therefore I am.

Follow Me

  • spotify
  • goodreads
  • SoundCloud

Hot Post

Maester's Chamber

  • ▼  2024 (1)
    • ▼  Maret 2024 (1)
      • Merenungkan Eros dan Growing Into Love
  • ►  2023 (1)
    • ►  Januari 2023 (1)
  • ►  2022 (2)
    • ►  April 2022 (1)
    • ►  Januari 2022 (1)
  • ►  2021 (5)
    • ►  Oktober 2021 (2)
    • ►  Juli 2021 (1)
    • ►  Juni 2021 (1)
    • ►  Mei 2021 (1)
  • ►  2020 (38)
    • ►  Oktober 2020 (2)
    • ►  September 2020 (1)
    • ►  Agustus 2020 (1)
    • ►  Juli 2020 (2)
    • ►  Mei 2020 (1)
    • ►  April 2020 (1)
    • ►  Februari 2020 (18)
    • ►  Januari 2020 (12)
  • ►  2019 (9)
    • ►  Desember 2019 (1)
    • ►  November 2019 (2)
    • ►  Oktober 2019 (1)
    • ►  September 2019 (1)
    • ►  Juli 2019 (1)
    • ►  Maret 2019 (2)
    • ►  Februari 2019 (1)
  • ►  2018 (8)
    • ►  September 2018 (1)
    • ►  Juli 2018 (1)
    • ►  Juni 2018 (1)
    • ►  Mei 2018 (2)
    • ►  April 2018 (1)
    • ►  Maret 2018 (1)
    • ►  Januari 2018 (1)
  • ►  2017 (21)
    • ►  November 2017 (2)
    • ►  September 2017 (3)
    • ►  Agustus 2017 (1)
    • ►  Juli 2017 (2)
    • ►  Juni 2017 (1)
    • ►  Mei 2017 (1)
    • ►  April 2017 (1)
    • ►  Maret 2017 (4)
    • ►  Februari 2017 (3)
    • ►  Januari 2017 (3)
  • ►  2016 (10)
    • ►  Desember 2016 (1)
    • ►  November 2016 (1)
    • ►  Oktober 2016 (1)
    • ►  Agustus 2016 (1)
    • ►  Juni 2016 (1)
    • ►  Mei 2016 (1)
    • ►  Maret 2016 (2)
    • ►  Februari 2016 (1)
    • ►  Januari 2016 (1)
  • ►  2015 (22)
    • ►  Desember 2015 (4)
    • ►  November 2015 (2)
    • ►  Oktober 2015 (1)
    • ►  September 2015 (1)
    • ►  Agustus 2015 (6)
    • ►  Juli 2015 (2)
    • ►  Juni 2015 (2)
    • ►  Mei 2015 (2)
    • ►  Maret 2015 (1)
    • ►  Januari 2015 (1)
  • ►  2014 (5)
    • ►  Desember 2014 (1)
    • ►  September 2014 (4)

Tags

acara berjalan-jalan dapur kamar renungan kamar tengah kotak musik perpustakaan ruang tengah taman belakang

Created with by ThemeXpose