• Home
  • Author
  • Send a raven!
spotify goodreads SoundCloud

Huis van Abdï

Diberdayakan oleh Blogger.
Gempabumi, atau tanah goyang dalam bahasa Melayu-Ternate, sudah tercatat sejak kemarin lusa (27/9). Gempabumi ini, sejauh pemberitaan di media belum sampai merusak. Namun getarannya terasa cukup kuat, dan dirasakan banyak orang.

Selama hampir setahun saya tinggal di Ternate, hari ini (Jumat, 29 September) yang terkuat. Dan, selama tiga hari berturut-turut ini yang paling sering terjadi gempabumi. Setelah beberapa kali mengunjungi situs BMKG, maka jelaslah bahwa tiga hari ini memang terjadi gempabumi.

Hasil pantauan mandiri via dokumentasi pribadi
Sejak awal terjadinya gempa sudah bisa dirasakan di Ternate via dokumentasi pribadi

Magnitudo gempa tertinggi terjadi pada hari ini, yaitu hingga mencapai angka M 5. Makanya BMKG membuat siaran pers di situsnya. Untungnya rentetan gempabumi tersebut tidak memicu tsunami, jadi sampai saat ini, kami aman.

Oh ya, mengapa judulnya terkesan aman-aman saja? Meski berdasarkan pemberitaan di media ada satu orang korban? Karena kita harus sadar bahwa....

kita hidup di daerah yang rawan bencana alam. Bencana yang dari sononya dan tak bisa kita cegah, kecuali manusianya yang bersiap diri.

Berdasarkan hasil berselancar di belantara Google, gempa ini disebut gempa swarm. Gempabumi ini dicirikan dengan seringnya frekuensi kejadian gempa, serta dengan magnitudo yang kecil. Lihat saja, ternyata Kabupaten Halmahera Barat yang merupakan episentrum gempa beberapa hari ini ternyata sudah mengalaminya pada tahun 2015.

Selain itu, saya mencomot judul tulisan saya saat ini dari blog Pak Daryono yang pernah bekerja di BMKG. Untungnya sampai saat ini saya belum menerima pesan berantai hoax terkait gempabumi ini. Syukurlah.


Ya, kita memang harus merasa nyaman untuk tetap survive. Jangan kaget saat terjadi gempa yang beruntun, hingga mencapai 988 kali. Lantas jangan seperti air comberan yang terheran-heran saat melihat air, wong sama-sama air, kok!
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Disclaimer: tulisan kali ini bukan nyinyir semata, namun juga tiada maksud untuk menyindir


Long weekend banyak didamba sebagian orang, apalagi yang sudah bekerja. Yang sudah gawe. Tak terkecuali saya.

Selama saya bekerja di Maluku Utara, tiada beda antara hari kerja dan hari libur. Meski sudah tertera di lembar SOP kalau Sabtu dan Minggu libur. Tetap, bekerja di LSM haruslah dengan semangat kesukarelaan.

Ya, meskipun bekerja lintas pulau, lintas daerah, lintas provinsi (kadang) apabila konteksnya bekerja, akan selalu ada yang menghantui (baca: laporan perjalanan, laporan kegiatan, dsb). Hal itu membuat saya jenuh.

Di bulan ini, ada dua minggu strategis untuk berlibur agak panjang. Awal bulan dan menuju akhir bulan. Saya sudah melepas libur Hari Raya Iduladha, dan apakah saya akan melepas long weekend berikutnya? Jadi begini ceritanya....

Di dalam lubuk hati yang terdalam, saya mendamba untuk bervakansi ke Pulau Morotai. Ya, pulau ini sedang menjadi destinasi wisata prioritas pemerintah. Segala keindahan yang ditawarkan bisa ditanya di Mbah Google.

Akhirnya saya sampaikan keingin itu ke teman yang bekerja di pulau seberang. Akhirnya kita akan bervakansi ke Morotai! Yay!

Singkat cerita, saya sudah mengantongi izin. Harga dan jam berangkat kapal menuju Morotai sudah di tangan. Nahas, kami gagal berangkat!

Salah satu teman dalam rombongan kecil kami tidak diizinkan karena mengalami musibah.

Gagal sudah.

Ekspresi saya juga tidak jauh dari ini via memec(dot)com


Setiap orang menghadapi perubahan bisa berbeda-beda reaksinya. Ada yang ngambek, ada yang jadi "Miss Ikut Kemana Aja", alias tujuan kemana pasti "ngikut". Kebetulan yang ngambek ini memang orang "sini", yang tak pernah merantau.

Saya sih, anteng aja. Saya diajari ibu saya untuk siap untuk segala skenario yang akan terjadi, termasuk rencana wacana vakansi ke Morotai ini.

Akhirnya saya menyadari semangat merantau pada orang yang pernah merantau.

Anak rantau pasti sudah mengalami asam garam kehidupan. Mau itu yang senang, sedih, pasti sudah merasakan. Artinya segala perubahan itu sudah dilahapnya, dan tentunya menjadikannya lebih waspada pada perubahan. Menjadikannya lebih tangguh, daripada yang tidak.

Sebuah kenyataan hidup anak kost via fakhrikmt.blogspot.id


Menjadi anak rantau pastilah kuat. Hidup serba kekurangan (oke, ini lebay) menjadinnya lebih kreatif. Kreatif merupakan sebuah solusi alternatif, alias bisa diakali. Itulah ciri anak rantau!

Akhir kata, di tulisan yang semena-mena ini, saya bersyukur bisa merasakan merantau. Di tanah rantau nilai-nilai dan pelajaran hidup berlomba-lomba membentuk kita. Seperti kata pepatah: terbentur, terbentur, terbentur, terbentur, terbentuK.

Ngomong-ngomong bervakansi, yuk dengarkan dulu lantunan suara biduanita Nona Sari dari kelompok musik indie White Shoes & The Couples Company sembari menghibur diri. Enjoy!





Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Bandara Oesman Sadik, Labuha


Hal yang saya syukuri dari pekerjaan saya saat ini adalah bolak-balik ke lapang, yaitu Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel). Halsel merupakan kabupaten terluas di Provinsi Maluku Utara. Ibukota kabupatennya ialah Labuha, yang berada di Pulau Bacan.

Pulau Bacan merupakan pusat pemerintahan Kabupaten Halsel. Artinya, pusat keramaian juga berada di sini. Bandara Oesman Sadik merupakan bandara satu-satunya bandara di pulau dengan luas 2.053 km persegi ini.

Untuk menuju Bacan menggunakan pesawat, hanya satu penerbangan dari Bandara Sultan Babullah, Ternate yaitu dengan armada Wings Air. Wings Air ini sebenarnya rute baru, yang efektif dibuka pada bulan April 2017 ini. Sebelumnya ada Express Air, namun sudah berhenti beroperasi.


Pulau Bacan menurut Google Maps

Waktu tempuh berkisar antara 30-40 menit. Penerbangan dari Ternate ke Bacan pukul 16.30 WIT, sedangkan dari Bacan ke Ternate pukul 07.30 WIT. Harga tiket pesawatnya yaitu Rp310.000 dari Ternate ke Bacan, sedangkan dari Bacan ke Ternate Rp320.000.

Dari jendela pesawat, pemandangan pulau-pulau kecil bertaburan layaknya zamrud. Pantas saja Chrisye dan White Shoes & The Couples Company menciptakan lagu Zamrud Khatulistiwa.

Tanpa banyak cingcong, saya sajikan dokumentasi foto. Kumpulan foto perjalanan dengan moda pesawat dari Bacan (selatan) ke Ternate (di utara). Enjoy!


Sewaktu 15 Agustus  2017: terlihat sisi barat Pulau Bacan dipenuhi pemukiman.


15 Agustus 2017: kemungkinan Desa Awanggoa

24 Juli 2017: Desa Babang, merupakan penghubung antara pulau Halmahera dan Bacan

18 Agustus 2017: mysterious islands :)

18 Agustus 2017: gugus Pulau Kayoa - Laluin

18 Agustus 2017: Pulau Makian

22 Desember 2016: Pulau Mare, Kota Tidore Kepulauan

22 Desember 2017: sisi timur Pulau Tidore, dengan puncak Kie Tubu. Pulau kecil antara Tidore dan Ternate adalah Pulau Maitara

22 Desember 2016: sisi timur laut Pulau Tidore


Indah bukan? 
Share
Tweet
Pin
Share
2 comments
Judul: Pasar
Penulis : Kuntowijoyo
Tata sampul: Buldanul Khuri
Cetakan: Pertama, Februari 2017
Tebal: 378 halaman
Penerbit: DIVA Press dan Mata Angin


Pasar dalam genggaman via dokumentasi pribadi

Pasar. Judulnya unik, ilustrasi sampulnya juga menarik. Saya sendiri seperti ditatap oleh bapak tua, yang dalam buku ini adalah representasi saya atas tokoh Pak Mantri Pasar.

Tenang, buku ini bukan mengenai teori-teori ekonomi. Tidak ada hubungannya pula dengan ekonomi inklusif yang digaungkan Ibu Ani. Buku ini malah menceritakan proses pewarisan nilai-nilai Jawa dan perubahan sosial di sebuah kota kecamatan.


Sampul belakang dan "blurb" novel Pasar via dokumentasi pribadi

Selain itu, buku ini menceritakan mengenai benturan antartokoh yang mewakili kelas priyayi, rakyat jelata, birokrat, serta pedagang kapitalis. Pak Mantri Pasar mewakili kelas priyayi. Paijo, penagih karcis pasar mewakili rakyat jelata alias wong cilik. Siti Zaitun, pegawai Bank Pasar yang mewakili kaum birokrat. Dan yang terakhir yaitu Kasan Ngali, sebagai seorang pedagang gaplek yang mewakili pedagang kapitalis.

Membaca Pasar membawa kita pada suasana pasar tradisional. Suara penjual menawarkan barang, suara ibu-ibu tawar-menawar, kucing kampung tanpa tuan, serta yang unik dari Pasar-nya Kuntowijoyo yaitu merpati peliharaan Pak Mantri.

Penokohan
Dikisahkan Pak Mantri memiliki banyak burung merpati, lengkap dengan pagupon alias rumah merpati. Selain merpati, Pak Mantri juga memelihara columbidae lain yaitu burung puter. Seperti diketahui, orang Jawa itu tak lengkap rasanya bila tak memelihara manuk alias burung. Begitu pula Pak Mantri ini.

Ada pula Paijo, yang menagih karcis pungutan pasar. Selain menagih karcis,juga diperintahkan untuk mengurus burung-burung Pak Mantri. Misal memberi pakan, menjemur burung, membersihkan kotoran burung dan lain-lain. Tentunya Paijo yang hanya rakyat jelata menuruti perintah instruksi priyayi. Di sini terlihat jelas Paijo ini tidak pernah menolak apa yang diperintahkan oleh Pak Mantri.

Di Pasar juga hidup Siti Zaitun, seorang juru ketik Bank Pasar. Gadis ini sangat mewakili kaum birokrat yang "sangat efisien". Maksudnya, ya kalau bukan urusannya ya tidak akan dikerjakan. Sungguh monoton hidup Zaitun ini menurut saya. Selain itu wataknya juga judes. Zaitun merupakan tokoh wanita utama satu-satunya di novel ini.

Kaum kapitalis di Pasar ini adalah Kasan Ngali, yang digambarkan kaya raya layaknya pedagang pada umumnya. Punya segalanya, namun rumah tangganya tidak berjalan mulus. Di bagian terakhir buku ini malah dia ingin nikah keenam kalinya dengan wanita pemain ketoprak, Sri Hesti, meski batal lantaran dia (diduga) diperas.

Plot
Yang saya tangkap dari buku ini adalah ya....seperti disebutkan sebelumnya yaitu pewarisan nilai. Bagian awal berkutat pada Pak Mantri dan Paijo. Paijo yang polos cenderung lemot memang bikin geregetan. Apalagi untuk Pak Mantri yang sudah tua, dan priyayi yang emosinya mudah tersulut. Wejangan-wejangan disampaikan kepada Paijo bak dia adalah anaknya sendiri. 

Masalah yang muncul pada pasar yaitu banyaknya keluhan dari pedagang bahwa burung merpati Pak Mantri mengganggu. Mulai dari bau khas kotoran burung, burung yang suka memakan dagangan penjual dan lain-lain. 

Paijo yang hanya menyampaikan aspirasi pedagang cuma bisa menyampaikan pada Pak Mantri bahwa burung-burung merpati itu baiknya dikurung saja. Sudah bisa ditebak, Pak Mantri bersikukuh agar burung merpati itu jangan dikurung.

Akhirnya, pelapak di pasar Pak Mantri berpindah pada pasar yang dibuat oleh Kasan Ngali. Tak heran karena pasar baru di halaman Kasan Ngali itu bebas pungutan, serta lebih bersih karena tak ada kotoran burung merpati.

Burung-burung merpati Pak Mantri memang membuat ulah. Bukan hanya pedagang yang berkeluh kesah, Zaitu yang sehari-hari berada di dalam kantor bank pun demikian. Pernah suatu saat Zaitun menggoreng burung merpati itu dan memberikan pada Pak Mantri. Pak Mantri awalnya tidak menyadari bahwa itu daging burung merpati, bukan ayam seperti asumsinya. Edyan!

Konflik ditutup dengan sadarnya priyayi akan keangkuhan dirinya. Pak Mantri sadar, musuhnya bukan lagi Kasan Ngali yang pada akhir cerita malah bangkrut. Dia sadar bahwa musuhnya adalah nafsunya sendiri. 

"Inilah, Nak. Kita menang, tanpa mengalahkan. Kita sudah bertempur tanpa bala tentara. Mengapa, musuh kita adalah kita sendiri. Di sini. Nafsu kita. Dan kita sudah menang!" -- hlm 355.

Kesan
Tiap buku memiliki kesan yang berbeda. Kesan saya membaca buku yaitu....buku ini masuk dalam DAFTAR-BUKU-YANG-HARUS-DIBACA-DALAM-HIDUP! Keren! Cara Kuntowijoyo merekam dan mengulas nilai-nilai yang ada sangat santai dan tentunya mengena! Saya begitu terpukau dengan nilai-nilai yang disisipkan dalam tiap percakapan antartokohnya.

Pesan yang disampaikan juga banyak menyentil perilaku dan watak orang Jawa secara umum. Misalnya yang mencari aman, tidak mau menanggung risiko, dan mau ambil enaknya saja.

Menurut saya, tiap tokoh di sini mengalami pendewasaan masing-masing. Dari Pak Mantri yang priyayi akhirnya mau merendah, tidak terlalu meninggi. Mau mendengarkan masukan dari orang lain, yang dalam hal ini adalah Paijo.

Paijo yang mewakili rakyat jelata akhirnya berani ambil suara, tidak selalu mengiyakan perkataan Pak Mantri, serta lebih cerdas. 

Siti Zaitun akhirnya harus berhenti menjadi juru ketik Bank Pasar dan memilih hengkang ke kota. Ini sangat mewakili apa yang terjadi di birokrat. Kalau kaku, akan tersingkir. Semoga birokrat di negeri ini bisa berkaca pada Siti Zaitun ini (terutama judesnya itu!).

Bagaimana dengan Kasan Ngali? Keserakahan dan kecerobohan pedagang kapitalis akhirnya kembali pada dirinya. Bank kredit pasarnya tutup, dia juga batal nikah. Sungguh ironis.

Jadi dari keempat tokoh itu, kepada siapakah tampuk kepemimpinan pasar akan dilanjutkan? Baca sendiri ya bukunya~
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Newer Posts
Older Posts

Valar morghulis

About Me

Me, is an enigma --for you, for the universe and for I myself. I write what I want to write. Scribo ergo sum. I write, therefore I am.

Follow Me

  • spotify
  • goodreads
  • SoundCloud

Hot Post

Maester's Chamber

  • ▼  2024 (1)
    • ▼  Maret 2024 (1)
      • Merenungkan Eros dan Growing Into Love
  • ►  2023 (1)
    • ►  Januari 2023 (1)
  • ►  2022 (2)
    • ►  April 2022 (1)
    • ►  Januari 2022 (1)
  • ►  2021 (5)
    • ►  Oktober 2021 (2)
    • ►  Juli 2021 (1)
    • ►  Juni 2021 (1)
    • ►  Mei 2021 (1)
  • ►  2020 (38)
    • ►  Oktober 2020 (2)
    • ►  September 2020 (1)
    • ►  Agustus 2020 (1)
    • ►  Juli 2020 (2)
    • ►  Mei 2020 (1)
    • ►  April 2020 (1)
    • ►  Februari 2020 (18)
    • ►  Januari 2020 (12)
  • ►  2019 (9)
    • ►  Desember 2019 (1)
    • ►  November 2019 (2)
    • ►  Oktober 2019 (1)
    • ►  September 2019 (1)
    • ►  Juli 2019 (1)
    • ►  Maret 2019 (2)
    • ►  Februari 2019 (1)
  • ►  2018 (8)
    • ►  September 2018 (1)
    • ►  Juli 2018 (1)
    • ►  Juni 2018 (1)
    • ►  Mei 2018 (2)
    • ►  April 2018 (1)
    • ►  Maret 2018 (1)
    • ►  Januari 2018 (1)
  • ►  2017 (21)
    • ►  November 2017 (2)
    • ►  September 2017 (3)
    • ►  Agustus 2017 (1)
    • ►  Juli 2017 (2)
    • ►  Juni 2017 (1)
    • ►  Mei 2017 (1)
    • ►  April 2017 (1)
    • ►  Maret 2017 (4)
    • ►  Februari 2017 (3)
    • ►  Januari 2017 (3)
  • ►  2016 (10)
    • ►  Desember 2016 (1)
    • ►  November 2016 (1)
    • ►  Oktober 2016 (1)
    • ►  Agustus 2016 (1)
    • ►  Juni 2016 (1)
    • ►  Mei 2016 (1)
    • ►  Maret 2016 (2)
    • ►  Februari 2016 (1)
    • ►  Januari 2016 (1)
  • ►  2015 (22)
    • ►  Desember 2015 (4)
    • ►  November 2015 (2)
    • ►  Oktober 2015 (1)
    • ►  September 2015 (1)
    • ►  Agustus 2015 (6)
    • ►  Juli 2015 (2)
    • ►  Juni 2015 (2)
    • ►  Mei 2015 (2)
    • ►  Maret 2015 (1)
    • ►  Januari 2015 (1)
  • ►  2014 (5)
    • ►  Desember 2014 (1)
    • ►  September 2014 (4)

Tags

acara berjalan-jalan dapur kamar renungan kamar tengah kotak musik perpustakaan ruang tengah taman belakang

Created with by ThemeXpose