• Home
  • Author
  • Send a raven!
spotify goodreads SoundCloud

Huis van Abdï

Diberdayakan oleh Blogger.
Halo!
Wah sudah lama tidak mengunjungi rumah ini. Rumahnya antisosial rupanya.

Banyak yang terjadi, tapi tak sempat ditulis. Keterbatasan menulis langsung saat tersambung secara daring ke internet adalah salah satu penyebabnya. Jadilah sekarang saya baru menulis. Maafkan, ya, rumah!

Ilustrasi menulis via visualcommunications.co.uk


Karena saya sudah mengundurkan diri dari tempat saya bekerja, nampaknya sudah seharusnya saya meramaikan kembali rumah ini. Sedih sekali melihat tulisan di tahun 2018 hanya 8 tulisan. Padahal sudah punya domain sendiri dan tanpa embel-embel blogspot.com.

Ya sudah, mari mengisi kekosongan bagian rumah ini kembali!
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Saya merasa tidak baik-baik saja akhir-akhir ini. Rasanya, ada monster dalam kepala saya. Monster yang diam-diam menggerogoti sel-sel kelabu otak, yang kian hari kian gawat. Rasanya melebihi menekan jerawat!

Entah kenapa bermalas diri, padahal bermalas diri pangkal miskin. Ataukah saya memang miskin iman?


Depresi via Sasha Freeman/Unsplash


Katanya, di usia 20-an, ada fase yang disebut quarter life crisis atau krisis seperempat abad. Ya, asumsikan saja usia kita mencapai 100 tahun. Meski rentang usia manusia zaman now tidak sepanjang itu dengan gaya hidup yang serba racun, hingga ubun-ubun.

Dear diriku,
Ingatlah, ini hanya fase kehidupan. Jangan mau kalah sama Yang Mahamempermainkan! Dia cuma, ah....tak lebih dari dirimu! Ingat tat tvam asi? Ya, dirimu adalah bagian dari diriNya. Jangan takut! Tarik napas, jangan lupa keluarkan!

Apa yang dirimu hadapi akan kaujadikan bahan tertawaan. Tentu jika dirimu mau sedikit menikmati waktu. Biarlah Sang Kala menunjukkan proses, hasil, nanti dulu. Jangan terburu-buru.

Oh ya, dirimu, kau akan baik-baik saja tentunya. Ini cuma ada dalam pikiranmu yang terlalu overthinking. Jadi, tenanglah. Jangan biarkan ini berlarut-larut. Dan jangan pula monster ini menundukkan kepalamu, dan membuat mahkota berhargamu jatuh.

Semangat!

A golden crown via Patrick Sponaugle
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Sebulan sudah saya di Malang, berpindah tempat kerja ke rantau yang lebih dekat dengan rumah. Saya bukan pencerita yang baik, bahkan saya tidak menuliskan hal-hal yang saya sepatutnya tuliskan ketika berada di Ternate, kala itu. Mungkin setelah ini, akan ada bagian yang hilang tersebut yang akan saya tulis.

Kembali ke Malang berarti kembali pada dinginnya musim pancaroba. Saat peralihan dari musim hujan ke musim kemarau. Musim Maba (mahasiswa baru) kami menyebutnya. Dimana pagi hari suhu hanya belasan celsius, dan malamnya akan bertambah dingin.

Hampir dua tahun hidup di tempat yang kaya akan sinar matahari, lalu kembali ke tempat yang cenderung dingin kering membikin tubuh saya agak kewalahan.

Seminggu pertama saya di Malang, kira-kira dari tanggal 25 Juni saya mengalami murus-murus. Alias, suka BAB. BAB-nya bukan normal, tapi lebih ke cairan dan gas saja (jangan dibayangkan!). Bahkan sehari bisa sampei 6 atau 7 kali BAB. Sungguh cara BAB yang sangat boros air!

Pekan kedua, hidung saya tersumbat sehingga susah bernapas. Ini juga tidak ramah lingkungan karena saya juga harus bolak-balik ke kamar mandi untuk membuang ingus. Hal ini diperparah dengan kamar kost yang terletak lebih rendah dari pada tanah, sehingga menambahkan kelembaban.

Memasuki minggu ketiga, akhirnya tubuh saya sudah mulai bisa menerima dan beradaptasi kembali dengan cuaca Kota Malang yang nduselable.

Dua minggu (atau lebih) pertama saya di Malang, saya rasa saya dikalibrasi untuk menyesuaikan dengan cuaca di sini. Cuaca yang bisa dinikmati sambil cuddling, kalau punya pasangan sih. Hehe.

Ngomong-ngomong masalah ndusel, saya akhirnya membuat playlist di akun Spotify saya untuk menemani hari-hari di Malang sebagai kota yang kelonable.

Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Afternoon Talk merupakan band indie asal Lampung yang beranggotakan Osa, Sofia, dan Ridwan. Band yang dibentuk pada 2011 ini mengusung genre folk, dipadu dengan suara guitalele yang syahdu sehingga menimbulak kesan yang "lembut" dan "menyejukkan".

Lagu ini berisi tentang sepasang kekasih yang sedang berfantasi memiliki pulau pribadi. Dua orang itu sedang dimabuk asmara, tak ayal imaji mereka membubung tinggi. Ya, itulah makna dari lagu ini menurut saya, dimana sejoli sedang berada dalam keadaan intim, sebuah momen yang tidak terlupakan :)


Artwork untuk single Island via Bandcamp.com
Island - Afternoon Talk

We can build a kingdom here
And we can start a colony
Cause it’s just you and I lay here in silence
Kita bisa membangun sebuah kerajaan di sini, lengkap dengan kastilnya yang megah. Juga dengan pengawal dan dayang-dayang kerajaan. Ya! Dan jangan lupa, kita bisa membentuk koloni di sini. Agar tak sesepi seperti sekarang ini, hanya aku dan kamu saja. Kamu tidak mau ‘kan kerajaan itu hanya berisi aku dan kamu?

I start to wonder
If I could find inside the wild a tiger, a lion, an elephant and elses
I’d ask them to bring all their fine friends to the seashore.. Oooo Oooo..
Aku jadi bertanya-tanya, apakah di sini ada hewan-hewan liar? Bisakah kutemukan mereka di hutan? Misalnya seperti harimau, singa, gajah dan yang lainnya? Oh sungguh bagus jika mereka semua ada di pulau ini! Dengan begitu koloni kita akan dipenuhi ingar-bingar, tidak akan sunyi. Aku pun akan menggiring hewan-hewan itu semua ke sini, ke pantai ini! Oh indahnya jika mereka ada di sini~

We can dance, we can dance along the night
We can sing, we can sing until the sunrise
Around the fireside we’ll be drunk and fall asleep
In our island, in our treasure island..
Kita dapat menari sepanjang malam, sesuka hati kita tanpa ada yang mengganggu. Menarilah sampai kita lelah! Kita juga bisa memuaskan keinginan kita untuk bernyanyi sepanjang malam, sampai kita bertemu sang surya! Tidak akan ada yang mengeluh jika kita membuat kegaduhan sepanjang malam. Setelah puas dengan menari dan bernyanyi mengelilingi api unggun, kita terlelap karena terlalu capai. Mimpi dengan indah di pulau koloni milik kita, di kerajaan milik kita.

We can walk by the shimmering sand
The sky is as blue as your eyes, it’s where I would stay
We’ll find some games to play
Let’s feel the breeze and fly away
We don’t have much to say
So let’s just get your boat and catch the wave!
Di pulau koloni kita ini, kita juga bisa menyusuri pantai yang pasirnya berbisik lembut itu. Birunya langit seperti warna biru matamu, di situlah aku lihat sorot mata yang teduh. Sorot mata biru yang tenteram, yang seakan memanggilku untuk pulang ke pelukanmu. Sembari berjalan di pantai ini, cobalah kaurasakan angin laut yang berembus pelan. Rasakan hingga kau merasa terbang tinggi seperti burung camar di laut. Sampai-sampai kita tidak bisa berbuat banyak. Sampai-sampai tidak ada satu pun kata yang keluar dari mulut kita. Hei daripada diam, ayo naiki perahu yang sedang bersandar di dermaga itu! Kita nikmati debur ombak dan birunya laut itu!

We can dance, we can dance along the night 
We can sing, we can sing until the sunrise
Around the fireside we’ll be drunk and fall asleep
In our island, in our treasure island..
Seharian sudah kita bersenang-senang di pantai. Malam pun tiba, saatnya kita membuat pulau ini ramai kembali. Menari-nari mengelilingi api unggun. Hangat api membuat kita makin bersemangat, menari sambil menyanyi semalam suntuk. Hingga kita tertidur saking lelahnya di pulau berharga yang indah ini.



Selamat mendengarkan!





Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Newer Posts
Older Posts

Valar morghulis

About Me

Me, is an enigma --for you, for the universe and for I myself. I write what I want to write. Scribo ergo sum. I write, therefore I am.

Follow Me

  • spotify
  • goodreads
  • SoundCloud

Hot Post

Maester's Chamber

  • ▼  2024 (1)
    • ▼  Maret 2024 (1)
      • Merenungkan Eros dan Growing Into Love
  • ►  2023 (1)
    • ►  Januari 2023 (1)
  • ►  2022 (2)
    • ►  April 2022 (1)
    • ►  Januari 2022 (1)
  • ►  2021 (5)
    • ►  Oktober 2021 (2)
    • ►  Juli 2021 (1)
    • ►  Juni 2021 (1)
    • ►  Mei 2021 (1)
  • ►  2020 (38)
    • ►  Oktober 2020 (2)
    • ►  September 2020 (1)
    • ►  Agustus 2020 (1)
    • ►  Juli 2020 (2)
    • ►  Mei 2020 (1)
    • ►  April 2020 (1)
    • ►  Februari 2020 (18)
    • ►  Januari 2020 (12)
  • ►  2019 (9)
    • ►  Desember 2019 (1)
    • ►  November 2019 (2)
    • ►  Oktober 2019 (1)
    • ►  September 2019 (1)
    • ►  Juli 2019 (1)
    • ►  Maret 2019 (2)
    • ►  Februari 2019 (1)
  • ►  2018 (8)
    • ►  September 2018 (1)
    • ►  Juli 2018 (1)
    • ►  Juni 2018 (1)
    • ►  Mei 2018 (2)
    • ►  April 2018 (1)
    • ►  Maret 2018 (1)
    • ►  Januari 2018 (1)
  • ►  2017 (21)
    • ►  November 2017 (2)
    • ►  September 2017 (3)
    • ►  Agustus 2017 (1)
    • ►  Juli 2017 (2)
    • ►  Juni 2017 (1)
    • ►  Mei 2017 (1)
    • ►  April 2017 (1)
    • ►  Maret 2017 (4)
    • ►  Februari 2017 (3)
    • ►  Januari 2017 (3)
  • ►  2016 (10)
    • ►  Desember 2016 (1)
    • ►  November 2016 (1)
    • ►  Oktober 2016 (1)
    • ►  Agustus 2016 (1)
    • ►  Juni 2016 (1)
    • ►  Mei 2016 (1)
    • ►  Maret 2016 (2)
    • ►  Februari 2016 (1)
    • ►  Januari 2016 (1)
  • ►  2015 (22)
    • ►  Desember 2015 (4)
    • ►  November 2015 (2)
    • ►  Oktober 2015 (1)
    • ►  September 2015 (1)
    • ►  Agustus 2015 (6)
    • ►  Juli 2015 (2)
    • ►  Juni 2015 (2)
    • ►  Mei 2015 (2)
    • ►  Maret 2015 (1)
    • ►  Januari 2015 (1)
  • ►  2014 (5)
    • ►  Desember 2014 (1)
    • ►  September 2014 (4)

Tags

acara berjalan-jalan dapur kamar renungan kamar tengah kotak musik perpustakaan ruang tengah taman belakang

Created with by ThemeXpose