• Home
  • Author
  • Send a raven!
spotify goodreads SoundCloud

Huis van Abdï

Diberdayakan oleh Blogger.

Aku bukan orang yang sering mengalami hubungan romantis. Seringnya layu sebelum berkembang: PDKT iya, jadian engga. Boro-boro mencintai seperti di film-film, mencintai seperti di masa SMA saja terlewat *puk puk*.

Ketika ditanya "sudah pacaran berapa kali?" aku bingung jawabnya karena merasa tidak pernah pacaran. Ketika direspons balik "Kalau sebulan termasuk pacaran kah, Bang Jago?", dijawab "Itu pacaran apa promo Agustusan?" 💀💢

Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Hari terakhir di 2022. Di tengah ingar-bingar wrapped dari penyedia jasa aliran musik, maka tak ada salahnya membuat kaleidoskop tahun ini.

Selain itu, setelah menuliskan wrapped ala-ala di LinkedIn yang menghasilkan item baru di ResearchGate, rasanya tepatlah sudah membuat "bingkisan" lain.

Awan: Perjalanan Memandang Langit

Buku ini saya kategorikan sebagai buku sains populer, dengan format buku foto. Menurut prolognya, buku ini adalah "Atlas Awan" pertama di Indonesia. Tak salah, karena isinya juga masih sains menurut saya. 

Meski terdengar saintifik, atlas di sini lebih kepada dokumentasi awan yang dipotret oleh kontributor dan penulisnya. Memang ada deskripsi awannya, tetapi bahasa yang digunakan masih populer. Dengan kata lain, masih bisa dikonsumsi oleh masyarakat awam.

Saya sendiri sebagai lulusan Fakultas Pertanian yang juga sedikit belajar awan, langsung merasa relate. Tak cuma itu, kenangan semasa di bangku kuliah juga langsung terputar di benak.

Bukunya bisa dibaca secara gratis melalui Google Drive ini.

Dokumentasi Awan di 2022 oleh Saya

Penafian: beberapa foto awan telah saya unggah di Wikimedia Commons dengan lisensi CC-BY-SA 4.0.

Tahun 2022 boleh jadi tahun dengan perjalanan terbanyak yang membawa saya ke tempat yang belum saya kunjungi sebelumnya. Baik kota, pulau, bahkan negara. 

Di kesempatan itu, saya bongkar arsip di Google Photos saya dan menemukan beberapa tangkapan foto awan di berbagai tempat. Berikut foto-fotonya:

  • Cirrocumulus stratiformis

Foto ini saya ambil saat saya berkunjung ke dapur umum gempa di Cianjur saat pagi hari. Terlihat kumpulan awan cirrocumulus stratiformis waktu itu, menjadi latar gedung yang sedang dibangun.

  • Altocumulus stratiformis


Siapa yang tak suka duduk di sisi jendela pesawat saat terbang? Saya suka menjepret dari sisi dalam jendela pesawat karena membuat saya seolah-olah Alice through looking window. Di perjalan dari Pontianak ke Ketapang ini saya berkesampatan melihat pelangi dan juga spesies awan altocumulus stratiformis.

  • Altostratus

Sebenarnya foto ini akan saya masukkan ke dalam photo essays bertema warisan kolonial, tetapi tidak jadi karena menurut saya terlalu berat topiknya, hehe. Foto ini diambil ketika mobil yang disewa tersendat saat melewati jalan yang licin dan berbatu di Kebun Teh Nirmala. Jujurly, saya agak bingung mengkategorikan spesies awan ini. Apakah benar altostratus? Yang tau, komen aja....

  • Cumulus humilis 

Masih tentang jepretan kameran dari jendela pesawat, saya ditemani spesies awan cumulus humilis. Senja itu saya terbang dari Kualanamu menuju Cengkareng, sembari melihat deretan pulau-pulau kecil di Samudera Hindia. Entah mereka berpenghuni atau tidak, yang jelas terbang saat senja adalah kenikmatan tersendiri.

  • Cumulus congestus dan cirrus fibratus

Di foto ini memang tak terlalu banyak proporsi awannya, tapi kita bisa melihat spesies cumulus congestus dan cirrus fibratus sebagai latar belakang. Proporsi utamanya adalah Sekolah Alam Leuser di Desa Bukit Mas. Hal yang mengimpresi saya adalah biaya pendaftarannya yang tidak menggunakan uang, tetapi beberapa batang bibit pohon!

  • Cumulus mediocris dan cirrus fibratus

Setelah saya perhatikan, ternyata ada dua spesies waktu mau mendarat di Padang. Sebetulnya saya hanya fokus pada cumulus mediocris (berbentuk kapas) saja yang melayang lebih rendah dari cirrus fibratus.  Cuaca cerah memang identik dengan suasana pantai, dan ini sangat pas dengan gambaran itu --meski dipotret saat critical eleven.

  • Cirrus spissatus

Saya harus menyadari bahwa pergi ke pantai itu menyenangkan. Kita berinteraksi dengan udara, pasir, air, cahaya matahari. Semua indera berperan. Spesies awan satu ini memang pas dengan tema pantai: serabut-serabutnya saling melilit dan bersentuhan. Saya kira pantai di Kalimantan akan berpasir hitam semua, ternyata saya salah. Di Pantai Tanah Merah Tanjung Harapan ini malah seperti pantai-pantai di Jawa.

  • Cirrus fibratus, tapi sendiri

Tanpa terbang pun, duduk termenung di bibir pantai juga syahdu. Cocok juga untuk melakukan donothingfor2minutes.com atau bahkan lebih. Saya lupa lokasinya tetapi masih di sekitaran Kota Padang.

Prolog

Selama mata kuliah Klimatologi di bangku kuliah, memang tidak begitu diperdalam wawasan tentang awan. Makanya dengan buku Atlas Awan tadi, saya jadi semangat mengobrak-abrik jepretan awan selama 2022. Jadi pensaran, 2023 ketemu awan apalagi ya?
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Prolog

Apa yang ada di benakmu waktu denger kata "festival"? Pasti yang terbayang adalah ingar-bingar, ramai, orang-orang berbagai rupa. Ya, itu juga yang ada di pikiranku waktu pertama kali bakal ada festival musik-musikan akan digelar secara luring lagi.

Tahu bahwa dua tahun terakhir absen menghadiri kegiatan luring (meski ga seluruhnya), apalagi festival musik langsung tancap gas deh beli tiketnya. Kapan lagi coba? Apalagi dengan kebiasaan pamrentah yang suka labil di dua tahun terakhir tentang restriction.

FYI, Joyland Festival terakhir sebelum pandemi diadakan 2019 lalu. Dua tahun absen karena pandemi. Tahun ini, tepatnya Maret lalu akhirnya diadakan lagi! Pasti orang-orang juga mulai jenuh sama "festival" daring. 

Ini highlight Joyland Festival sebelum pandemi menyerang:



Refleksi (bukan pijat!)

Manusia Seutuhnya: Kenal Orang Baru

Isyana waktu manggung, kocak juga! Haha.
Siapa yang kemana-mana suka sendiri ngacung? Aku tau aku ga bakal sendiri. Kemana-mana sendiri bukan berarti ga punya temen (meski ada benernya, hehe). Bisa aja emang circle ga suka ke tempat rame, bisa aja waktunya ga pas, bisa aja lagi bokek, atau emang ga ngajak aja wkwk.

Aku sendiri? Entah kenapa di Bogor ga punya temen yang klop buat diajak ke festival atau gig gitu. Jadi ya berangkat sendiri. Sebetulnya aku lagi di Surabaya waktu itu, jadi lebih deket untuk ke Bali.

Beda dengan saat Folk Music Festival di 2018 yang hari terakhir ga ada temen jalan, di Joyland aku ketemu orang-orang baru. Yay!

Kalo ga ikutan komen di salah satu unggahan akun @joylandfest, kayanya ga bakal ada yang approach sih, hihi. Ini juga kalo ga didorong temenku juga ga bakal komen. Aku maunya dateng dan nikmatin sendiri. Tapi kayanya bakal bosen juga karena keterisolasian selama dua tahun. Apalagi buat orang yang ekstrover kaya aku yang perluuuu banget ketemu dan kenal orang baru.

Akhirnya sebelum hari H, ada dua orang yang kirim DM di Instagram dan akhirnya selama tiga hari, bareng mereka terus. Happy!

Bertemu teman baru!

Manusia Seutuhnya: Nyoba Pengalaman Baru

Iya, selama di Joyland juga nyoba pengalaman baru meski ga banyak. At least, ada yang baru selama pandemi melanda.

Gimana rasanya kalian dimasakin sama orang yang kalian kagumi? Nah di hari terakhir, aku nyoba masakan yang dimasak oleh para personil grup musik White Shoes and Couples Company! Sekaligus dapet bir gratis dari Guinness (makasih banget!).

Smooth Session-nya Guinness yang berkesan.
Jadi di Smooth Session-nya Guinness, ada acara penampil yang masak masakan yang dipadukan dengan produk Guiness. Nah waktu hari terakhir aku niat banget ke sana karena di hari sebelumnya diumumkan kalo WSATCC bakal gabung di sesi itu.

Mereka masak tiga resep kalo ga salah, dan aku dapet sesi makanan pertama yaitu kuliner Korea nasi bulgogi. Ini spesial soalnya dagingnya dimasak pake bir jadi nama masakannya beergogi. Enak! Apalagi dapetnya gratis, haha.

Beergogi spesial (dan gratis!)
Kedua, selain nyicip masakan idola, udah disebutin tadi kalo pengalaman ke festival musik kali ini juga ada temen baru. Aku sebenernya agak skeptis sama orang yang nyari temen di komen festival musik, tapi di festival kali ini aku nyoba sendiri dan not bad at all! Malah seru ternyata. Kayanya bakal gini juga kalo ke festival-festival berikutnya.

Ketiga, aku nyoba bis ke [deket] venue. Aku baru tau kalo di Bali juga ada bus buat berkendara di jalur-jalur ramai di Pulau Dewata itu. Ini juga atas rekomendasi temen kalo ada bus dari bandara ke daerah Tanjung Benoa tempat dimana Joyland bakal diadakan ini. Wah ini seru! Meski sempet nyasar wkwkwkwk.

Terakhir, ujan-ujanan! Terima kasih kepada semesta yang udah ngasih hujan sesaat sebelum penampil terakhir manggung. Ini bakal ga terlupakan, sih. Soalnya waktu break sebelum panggung Diskoria, ternyata hujan! 

Yakin deh pasti waktu itu baik penampil maupun panitia bingung mau lanjut apa ngga. Apalagi ujannya lumayan deres, dan agak molor juga dari waktu yang dijadwalkan. Tapi berpikir ini festival luring pertama dan ga disia-siain, show must go on. Sungguh ini spekulasi yang sangat sotoy haha.

Begitu Diskoria main lagu pertama, langsung berhamburan ke depan panggung meski hujan. Bodo amat sama HP dan keujanan yang penting joget! Ini festival dan ujan-ujanan pertama di 2022 dan berkesan banget!

Hujan-hujanan di hari terakhir~

Udah gitu di tengah-tengah panggung Diskoria yang sarat akan berdansa ria kita juga main ular-ularan. Ngerti kan? Jadi kita ngebentuk formasi ular/kereta pas joget-joget. Aku inget ini ngelakuin terakhir kali 2011 pas ospek fakultas, dan ngelakuin lagi setelah hampir 11 tahun berikutnya. Gokil!

Manusia Seutuhnya: Bertemu Teman Lama

Ga cuma ketemu temen-temen baru, di Joyland aku juga ketemu temen-temen lama. Rasanya pasti rasa nostalgia karena emang, dulu waktunya ketemu waktu masih....ya masih ini masih itu. Masih banyak kurangnya, masih banyak lebihnya. Nyadar ga sih kalo ketemu orang yang udah kita kenal dulu, terus ga ketemu di waktu yang lama kita kaya buka kotak pandora? Haha. Ya gitulah. Inget ini, inget itu. Ini yang ga bakal kita rasain sensasinya selama pandemi, meski juga terhubung secara virtual. Tapi "cermin" tempat kita ngaca itu fana, maya, dan kurang terasa.

Epilog

Dari pengalaman ke Joyland, aku jadi mikir: gimana kalo kita hidup di dalam gelembung kita terus-menerus? Apa tidak gila?

Sebagai ekstrover yang butuh asupan pergi keluar, menjadi party animal dan social butterfly kayanya beneran bakal gila sih. Gila yang membuat mental breakdance down.

Dari zaman moyang manusia masih suka manjat pohon sampai nebang pohon kaya sekarang, hidup berkelompok sudah menjadi mekanisme yang manjur buat bertahan hidup. Begitu juga senang-senang. Kalo sendiri? Bisa. Tapi tentu lebih afdol jika dilakukan bersama-sama seperti mengunjuni festival.

Dua tahun cukup buatku menarik diri, membentengi diri dalam gelembung. Kini saatnya kita menghadiri acara-acara luring lagi sumpah mau lagi ke festival! Jadi diingetin kalo masih ada tiket Synchronize Festival yang belum di-refund. Ini pasti ditunggu-tunggu karena sudah diundur dua tahun. Yakin.

Kalopun diundur lagi, masih ada festival luring lain yang menunggu. Siapa tahu?

Sampe hari terakhir!

Share
Tweet
Pin
Share
No comments

[Verse 1]
Ro'om bâuna jhuko' è ghir sèrèng
ꦫꦺꦴꦃꦲꦺꦴꦩ꧀ꦧꦲꦸꦤꦗꦸꦏꦺꦴꦃꦲꦺꦒꦶꦂꦱꦺꦫꦺꦁ

Malekko' buḍu'en dhâlko' è ghir sèrèng
ꦩꦊꦏ꧀ꦏꦺꦴꦃꦧꦸꦝꦸꦃꦲꦼꦤ꧀ꦢꦭ꧀ꦏꦺꦴꦃꦲꦺꦒꦶꦂꦱꦺꦫꦺꦁ

Tèra' bulânna nèko lè'
ꦠꦺꦫꦃꦧꦸꦭꦤ꧀ꦤꦤꦺꦏꦺꦴꦭꦺꦃ

Tèra' bulânna nèko lè' paḍḍhâng samporna è ghir sèrèng
ꦠꦺꦫꦃꦧꦸꦭꦤ꧀ꦤꦤꦺꦏꦺꦴꦭꦺꦃꦥꦝ꧀ꦝꦁꦱꦩ꧀ꦥꦺꦴꦂꦤꦲꦺꦒꦶꦂꦱꦺꦫꦺꦁ

[Verse 2]

Akasa' ḍâunna tènjhâng è ghir sèrèng
ꦲꦏꦱꦃꦝꦲꦸꦤ꧀ꦤꦠꦺꦤ꧀ꦗꦁꦲꦺꦒꦶꦂꦱꦺꦫꦺꦁ

Laon tambuna ombâ' è ghir sèrèng
ꦭꦲꦺꦴꦤ꧀ꦠꦩ꧀ꦧꦸꦤꦲꦺꦴꦩ꧀ꦧꦃꦲꦺꦒꦶꦂꦱꦺꦫꦺꦁ

Tèra' bulânna nèko lè'
ꦠꦺꦫꦃꦧꦸꦭꦤ꧀ꦤꦤꦺꦏꦺꦴꦭꦺꦃ

Tèra' bulânna nèko lè' paḍḍhâng samporna è ghir sèrèng
ꦠꦺꦫꦃꦧꦸꦭꦤ꧀ꦤꦤꦺꦏꦺꦴꦭꦺꦃꦥꦝ꧀ꦝꦁꦱꦩ꧀ꦥꦺꦴꦂꦤꦲꦺꦒꦶꦂꦱꦺꦫꦺꦁ

[Chorus]

Ro'om bâuna jhuko' è ghir sèrèng
ꦫꦺꦴꦃꦲꦺꦴꦩ꧀ꦧꦲꦸꦤꦗꦸꦏꦺꦴꦃꦲꦺꦒꦶꦂꦱꦺꦫꦺꦁ

Malekko' buḍu'en dhâlko' è ghir sèrèng
ꦩꦊꦏ꧀ꦏꦺꦴꦃꦧꦸꦝꦸꦃꦲꦼꦤ꧀ꦢꦭ꧀ꦏꦺꦴꦃꦲꦺꦒꦶꦂꦱꦺꦫꦺꦁ

Akasa' ḍâunna tènjhâng è ghir sèrèng
ꦲꦏꦱꦃꦝꦲꦸꦤ꧀ꦤꦠꦺꦤ꧀ꦗꦁꦲꦺꦒꦶꦂꦱꦺꦫꦺꦁ

Laon tambuna ombâ' è ghir sèrèng
ꦭꦲꦺꦴꦤ꧀ꦠꦩ꧀ꦧꦸꦤꦲꦺꦴꦩ꧀ꦧꦃꦲꦺꦒꦶꦂꦱꦺꦫꦺꦁ

Tèra' bulânna nèko lè'
ꦠꦺꦫꦃꦧꦸꦭꦤ꧀ꦤꦤꦺꦏꦺꦴꦭꦺꦃ

Tèra' bulânna nèko lè' paḍḍhâng samporna è ghir sèrèng
ꦠꦺꦫꦃꦧꦸꦭꦤ꧀ꦤꦤꦺꦏꦺꦴꦭꦺꦃꦥꦝ꧀ꦝꦁꦱꦩ꧀ꦥꦺꦴꦂꦤꦲꦺꦒꦶꦂꦱꦺꦫꦺꦁ




Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Older Posts

Valar morghulis

About Me

Me, is an enigma --for you, for the universe and for I myself. I write what I want to write. Scribo ergo sum. I write, therefore I am.

Follow Me

  • spotify
  • goodreads
  • SoundCloud

Hot Post

Maester's Chamber

  • ▼  2024 (1)
    • ▼  Maret 2024 (1)
      • Merenungkan Eros dan Growing Into Love
  • ►  2023 (1)
    • ►  Januari 2023 (1)
  • ►  2022 (2)
    • ►  April 2022 (1)
    • ►  Januari 2022 (1)
  • ►  2021 (5)
    • ►  Oktober 2021 (2)
    • ►  Juli 2021 (1)
    • ►  Juni 2021 (1)
    • ►  Mei 2021 (1)
  • ►  2020 (38)
    • ►  Oktober 2020 (2)
    • ►  September 2020 (1)
    • ►  Agustus 2020 (1)
    • ►  Juli 2020 (2)
    • ►  Mei 2020 (1)
    • ►  April 2020 (1)
    • ►  Februari 2020 (18)
    • ►  Januari 2020 (12)
  • ►  2019 (9)
    • ►  Desember 2019 (1)
    • ►  November 2019 (2)
    • ►  Oktober 2019 (1)
    • ►  September 2019 (1)
    • ►  Juli 2019 (1)
    • ►  Maret 2019 (2)
    • ►  Februari 2019 (1)
  • ►  2018 (8)
    • ►  September 2018 (1)
    • ►  Juli 2018 (1)
    • ►  Juni 2018 (1)
    • ►  Mei 2018 (2)
    • ►  April 2018 (1)
    • ►  Maret 2018 (1)
    • ►  Januari 2018 (1)
  • ►  2017 (21)
    • ►  November 2017 (2)
    • ►  September 2017 (3)
    • ►  Agustus 2017 (1)
    • ►  Juli 2017 (2)
    • ►  Juni 2017 (1)
    • ►  Mei 2017 (1)
    • ►  April 2017 (1)
    • ►  Maret 2017 (4)
    • ►  Februari 2017 (3)
    • ►  Januari 2017 (3)
  • ►  2016 (10)
    • ►  Desember 2016 (1)
    • ►  November 2016 (1)
    • ►  Oktober 2016 (1)
    • ►  Agustus 2016 (1)
    • ►  Juni 2016 (1)
    • ►  Mei 2016 (1)
    • ►  Maret 2016 (2)
    • ►  Februari 2016 (1)
    • ►  Januari 2016 (1)
  • ►  2015 (22)
    • ►  Desember 2015 (4)
    • ►  November 2015 (2)
    • ►  Oktober 2015 (1)
    • ►  September 2015 (1)
    • ►  Agustus 2015 (6)
    • ►  Juli 2015 (2)
    • ►  Juni 2015 (2)
    • ►  Mei 2015 (2)
    • ►  Maret 2015 (1)
    • ►  Januari 2015 (1)
  • ►  2014 (5)
    • ►  Desember 2014 (1)
    • ►  September 2014 (4)

Tags

acara berjalan-jalan dapur kamar renungan kamar tengah kotak musik perpustakaan ruang tengah taman belakang

Created with by ThemeXpose