The Moderator

by - 12/21/2015

            Hal yang menyenangkan menjadi mahasiswa tingkat akhir selain tidak adanya tanggungan SKS ialah menjadi moderator. Ya, moderator –seperti yang kita ketahui—tugasnya ialah untuk memimpin jalannya suatu sidang, rapat, atau diskusi. Di antara mahasiswa tingkat akhir, kata yang pas untuk moderator yaitu memimpin jalannya seminar, baik seminar proposal (sempro) maupun seminar hasil (semhas).
           
           Menjadi moderator di jurusanku tidak begitu rumit. Tidak perlu mendaftar ke pihak jurusan. Tidak ada hitam di atas putih. Hanya berdasarkan kesepakatan antara mahasiswa/i penyaji seminar dan si moderator tadi. Jadilah kamu moderator.



Di jurusanku, seminar mahasiswa disajikan menggunakan bahasa Inggris. Menurut Buku Panduan Nonakademik, presentasi menggunakan bahasa Inggris bukanlah suatu keharusan, namun memiliki nilai tambah daripada menggunakan bahasa Indonesia. Begitupun moderator yang memimpin, haruslah menggunakan bahasa Inggris. Anehnya, saat sesi tanya jawab, hadirin tidak wajib menggunakan bahasa Inggris, bahasa Indonesia pun dipakai.

Sejak semester 7, aku berkeinginan menjadi moderator. Entah apa alasan yang mendasariku ingin menjadi moderator kala itu.

Saat ada penilaian terakhir kelas bahasa Inggris pada semester 2 lalu, aku juga menjadi moderator. Saat itu tugasnya berkelompok dan melalkukan simulasi untuk seminar internasional, semua perkataan moderator haruslah diucapkan luar kepala. Dan dosen dan asisten dosen akan menilai kelompok kita. Selain moderator, tidak hanya moderator yang dinilai, namun juga penyaji serta notulen.

            Akhirnya keinginanku terlaksana juga. Saat semester 7 di bulan Desember 2014, aku menjadi moderator temanku. Karena kami lumayan dekat, dan bersama sejak semester 3, maka kuiyakan saja. Saat itu aku masih canggung. Meski sebelumnya sudah pernah mengikuti beberapa seminar proposal kakak tingkat.

            Aku pun menerima banyak tawaran untuk menjadi moderator beberapa teman. Baik teman satu himpunan, teman dari semester 3, hingga yang baru kenal, bahkan moderator pengganti dadakan. Semua itu memberikan kesan yang berbeda.

            Selain menjadi moderator seminar itu mengasyikkan (setidaknya bagiku), juga membuatku ketagihan. Kenapa?

            Aku sudah mengalami banyak seminar. Dari yang suasananya menyenangkan, penuh motivasi, dan santai hingga seminar yang menegangkan, hancur, semrawut pernah kulalui.

            Beberapa dosen yang terkenal killer memang menjadikan seminar menegangkan. Bagaimana tidak? Ada dosen yang suka melempar pertanyaan pada hadirin, saat penyaji tidak dapat menjawab. Dan ketika tidak bisa menjawab, dilempar pula ke hadirin yang lain. Bisa pula moderator terkena getahnya.
           
            Selain dosen seperti di atas, ada dosen yang suka bercanda. Bercanda di sini memang pembawaan belian yang santai dengan pertanyaan renyah dan mudah. Ada pula dosen yang penuh canda tawa namun pertanyaannya berbobot hingga si penyaji kesulitan menjawab. Tapi beruntunglah karena tipe dosen seperti ini biasanya tidak melempar pertanyaan kepada siapapun.
            Di titik inilah kadang dosen pembimbing maupun pembahas dapat memengaruhi jumlah hadirin yang datang. Semakin killer dosen, maka bisa dipastikan hadirin yang datang semakin sedikit.

            Menjadi moderator haruslah tegas. Saat hadirin nampak berdiskusi sendiri dengan suara mirip lebah, kita harus bisa meredakan suasana. Namun beda ketika aku berhadapan dengan dosen yang tergolong killer. Aku bisa saja salah menyebutkan “Miss atau Mrs”, sehingga membuat dosen tersebut agak tersinggung.

            Selain itu, saat seminar merupakan saat dimana kita bisa mengerti tabiat dosen. Menurutku, dosen bisa berbeda ketika saat di kelas maupun saat seminar seperti ini. Ada dosen yang santai saat di kelas, namun killer saat menjadi dosen pembahas, dan sebaliknya.

            Dosen pun terkadang bertindak aneh. Tiba-tiba tidak datang saat jam yang sudah ditentukan, sehingga mahasiswa penyaji mengundur seminarnya. Masih untung kalau ditunda beberapa jam. Sungguh kasihan saat melihat teman yang harus menunda beberapa hari, menunggu sang dosen tidak ada agenda selain seminar mahasiswanya.
           
Dan, begitulah suka duka menjadi moderator, di situlah seninya menjadi moderator. Semoga nanti-nanti aku masih bisa menjadi moderator J



You May Also Like

0 comments