Kenyataan Hidup yang Dihadapi Lulusan Baru

by - 11/08/2016

Hari hura-hura wisuda sudah seminggu berlalu. Pakaian wisuda dan topi toga sudah masuk keranjang pakain kotor. Berbagai bentuk dan ukuran hadiah pemberian hari wisuda dari kawan sudah di kamar. Lantas, siapkah kita menghadapi dunia yang sebenarnya?



Kata V sih begitu.... via Google Picture




Welcome to the jungle!

Aku selalu mengucapkan kalimat tersebut, pada teman yang diwisuda maupun pada diri sendiri. Hehe. Sepertinya hidup ini mirip hutan (meski hutan dalam arti sebenarnya sudah banyak berkurang). Hidup, pada beberapa adegannya masih menerapkan hukum alam:
mana yang kuat, dia yang bertahan.
Tak bisa dipungkiri  memang, karena bagi kita yang belajar biologi pastilah tahu bahwa manusia masuk dalam kingdom animalia. Alias kerajaan hewan. STOP! Aku sedang tidak ingin berdebat masalah asal-muasal manusia di bumi. 

Dia yang kuat, dia yang bertahan. Kamu lemah? Jadilah kuat! Jangan mau dilemahkan! Jadi saja orang kuat, supaya tidak ditindas. Tapi kalau sudah kuat, jangan suka menindas yang lemah.

Kalau aku pribadi, ketika wisuda, kita diibaratkan tukik (anak penyu) yang dilepas di pantai. Dibiarkan mencari makan sendiri, mencari tempat berlindung sendiri, dan beranak-pinak sendiri. Ya, dalam konteks wisuda, kita benar-benar dilepas oleh pihak kampus untuk meneruskan hidup kita. Memasuki dunia baru-- dunia kerja.


Realistis atau Idealis?

Wah....ini dia yang seru! Dimana-mana pasti ada dua tipe manusia yang seperti ini, termasuk diantaranya para lulusan baru. Jadi kalian realistis atau idealis? 

Menurut KBBI, realistis yaitu....
/re·a·lis·tis/ /réalistis/ a bersifat nyata (real); bersifat wajar
Ini tipe lulusan baru yang pertama. Kalau aku boleh bilang, ini yang dicari oleh banyak mertua di luar sana. Kenapa? Ya karena tipe-tipe ini menjalani hidup dengan sewajarnya, sesuai pengertian dari KBBI tadi. Mertua mana sih yang ga kepingin menantu wajar? Wkwk.

Tipe seperti ini yang biasanya memandang sebuah hidup menjadi wajar. Tidak neko-neko. Karena sih, biar terlihat dewasa. 

Lulusan realistis biasanya memulai hari dengan pernyataan:
Kerja apa aja dulu deh, yang penting jangan nganggur
Well, seperti itu #TeamRealist. 

Kalau semboyan atlet sih, veni, vidi, vici -- aku datang, aku lihat, aku taklukkan, tipe realistis bedang dong ya. Semboyannya bisa jadi begini:
Aku lulus, aku kerja, aku aman
 Yha. Sesudah lulus, kerja apa aja deh. Yang penting ada pemasukan, dan ga ngerepotin orang tua. Ya....semacam begitulah.

Biasanya tipe-tipe yang begini juga sudah punya pasangan loh! Kenapa? Karena kalau ga kerja, mana bisa buat biaya resepsi? Catering? Gedung? Dekorasi? Dan segala tetek bengeknya itu? Gimana mau nunjukin diri ke calon mertua kalo kita sudah berpenghasilan sendiri. Ya kan? :)


Sekarang tipe yang kedua, yakni tipe idealis!


Makin tua bukannya makin realistis eh ini makin mengedepankan pemikirannya. Anda sehat?

Yang aku amati dari tipe ini sih, dia ga mau tau, pokoknya tujuannya harus tercapai! Wih, ngeri! Iya dong. Bisanya juga tipikal lulusan yang begini punya leadership tinggi, sekaligus....biasanya ga mau disuruh-suruh sih. Hehe.

Kalau mau bicara idealis sih, ya bicara juga tentang pendiri yang kokoh. Maksudnya begini, tipe lulusan seperti ini tidak mau kalau kerja cuma ecek-ecek, ga sesuai bidang, ga sesuai standar gaji misalnya. 


  1. Kalau ga di perusahaan A, ga mau kerja.
  2. Kalau ga nerima gaji Rp4.000.000, ga mau kerja
  3. Kalau ga di bidang .... (isi dengan latarbelakang pendidikanmu, wkwk) ga mau
Jadi, sampai kapan mau begini? Jadi, sampai kapan mau jadi pengangguran?

Pertanyaan tadi cumma angin lalu buat mereka. Yang ada, mereka malah menjadi-jadi. Malah makin menebar kebencian CV ke setiap lowongan kerja. Hehe. Ada ya yang begitu?

Oh ya, lupa mau nulis, kalau sedari tadi kita membahas lulusan ya. Bukan saat menjadi mahasiswa. Kalau saat menjadi mahasiswa lalu saat kerja, mari kita bahas sekarang!

Ada teman saya yang semasa kuliah sangat-sangat idealis!. Dia juga aktivis, suka ikut organisasi, baik dalam maupun luar kampus. Dia juga kritis, suka melontarkan komentar bernada tajam di grup diskusi atau di lini masa Facebook-nya. Sepaket deh buat jadi orator buat aksi demo. 

Awalnya saya kagum dengan dia. Dia sejak masa mahasiswa baru, hingga menjadi mahasiswa senior konsisten menyerukan apa yang diyakininya. Tak pernah absen, baik aksi nyata maupun dia dunia maya tadi. Semakin ke sini, eh jiwa idealisnya mulai luntur bak pakaian kena pemutih.

Setelah hening tak ada kabar, dia ternyata bekerja di perkebunan kelapa sawit. Hm, padahal waktu diskusi kuliah dulu, dia jadi bagian yang kontra dengan sawit. Eh ternyata kerjanya di perkebunan sawit. Di Kalimantan pula! Sungguh kita tidak bisa menolak "rejeki" ya? Hehe.

Setelah saya pelajari riwayat hidupnya, dia merupakan anak sulung. Dia punya beberapa adik yang harus dibiayai untuk meneruskan pendidikan. Orang tuanya tinggal ibu yang sudah memasuki usia senja. Jadi, kita bisa apa? Ya kerja dong! Sesuai dengan semboyan pemerintah Jokowi tahun ini:
KERJA, KERJA, KERJA!
Gimana perasaannya ya? Ya kalau dia punya perasaan sih, mungkin ada tersirat rasa malu. Dia yang kontra dulu, dengan pendapat dosen yang terlibat proyek pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit. Eh ternyata, dia bekerja di perkebunan sawit juga, meski berbeda nama perusahaan. Ironis? Silakan nilai sendiri.

Oh ya, di sini saya tidak mau menjadi hakim di atas awan yang suka tunjuk ini salah itu benar ya. Saya cuma menuliskan apa yang saya lewati hingga saat ini. 


Penutup


Kalau ditanya, saya tipe yang mana? Saya menjawab bahwa saya tipe idealis. Entah kenapa masih diberi pemikiran idealis. Tak peduali badai, hujan, gempa bumi, gunung ameletus saya masih idealis. Entah kenapa, keidealisan saya masih kokoh, mirip pabrik semen yang berdiri sejak tahun entah kapan itu.

Haruskah saya bahagia kalau saya berpandangan idealis? Bisa juga ya, bisa tidak. Saya tidak terlalu fanatik dengan keadaan saya yang idealis ini. Saya cuma mencoba untuk menikmati fase hidup di masa muda yang penuh lika-liku. Masalah bekerja itu urusan pribadi. Mau Anda berpindah jalur dari idealis menjadi realis, atau sebaliknya, itu terserah Anda. 

You May Also Like

0 comments