• Home
  • Author
  • Send a raven!
spotify goodreads SoundCloud

Huis van Abdï

Diberdayakan oleh Blogger.
Judul: Pasar
Penulis : Kuntowijoyo
Tata sampul: Buldanul Khuri
Cetakan: Pertama, Februari 2017
Tebal: 378 halaman
Penerbit: DIVA Press dan Mata Angin


Pasar dalam genggaman via dokumentasi pribadi

Pasar. Judulnya unik, ilustrasi sampulnya juga menarik. Saya sendiri seperti ditatap oleh bapak tua, yang dalam buku ini adalah representasi saya atas tokoh Pak Mantri Pasar.

Tenang, buku ini bukan mengenai teori-teori ekonomi. Tidak ada hubungannya pula dengan ekonomi inklusif yang digaungkan Ibu Ani. Buku ini malah menceritakan proses pewarisan nilai-nilai Jawa dan perubahan sosial di sebuah kota kecamatan.


Sampul belakang dan "blurb" novel Pasar via dokumentasi pribadi

Selain itu, buku ini menceritakan mengenai benturan antartokoh yang mewakili kelas priyayi, rakyat jelata, birokrat, serta pedagang kapitalis. Pak Mantri Pasar mewakili kelas priyayi. Paijo, penagih karcis pasar mewakili rakyat jelata alias wong cilik. Siti Zaitun, pegawai Bank Pasar yang mewakili kaum birokrat. Dan yang terakhir yaitu Kasan Ngali, sebagai seorang pedagang gaplek yang mewakili pedagang kapitalis.

Membaca Pasar membawa kita pada suasana pasar tradisional. Suara penjual menawarkan barang, suara ibu-ibu tawar-menawar, kucing kampung tanpa tuan, serta yang unik dari Pasar-nya Kuntowijoyo yaitu merpati peliharaan Pak Mantri.

Penokohan
Dikisahkan Pak Mantri memiliki banyak burung merpati, lengkap dengan pagupon alias rumah merpati. Selain merpati, Pak Mantri juga memelihara columbidae lain yaitu burung puter. Seperti diketahui, orang Jawa itu tak lengkap rasanya bila tak memelihara manuk alias burung. Begitu pula Pak Mantri ini.

Ada pula Paijo, yang menagih karcis pungutan pasar. Selain menagih karcis,juga diperintahkan untuk mengurus burung-burung Pak Mantri. Misal memberi pakan, menjemur burung, membersihkan kotoran burung dan lain-lain. Tentunya Paijo yang hanya rakyat jelata menuruti perintah instruksi priyayi. Di sini terlihat jelas Paijo ini tidak pernah menolak apa yang diperintahkan oleh Pak Mantri.

Di Pasar juga hidup Siti Zaitun, seorang juru ketik Bank Pasar. Gadis ini sangat mewakili kaum birokrat yang "sangat efisien". Maksudnya, ya kalau bukan urusannya ya tidak akan dikerjakan. Sungguh monoton hidup Zaitun ini menurut saya. Selain itu wataknya juga judes. Zaitun merupakan tokoh wanita utama satu-satunya di novel ini.

Kaum kapitalis di Pasar ini adalah Kasan Ngali, yang digambarkan kaya raya layaknya pedagang pada umumnya. Punya segalanya, namun rumah tangganya tidak berjalan mulus. Di bagian terakhir buku ini malah dia ingin nikah keenam kalinya dengan wanita pemain ketoprak, Sri Hesti, meski batal lantaran dia (diduga) diperas.

Plot
Yang saya tangkap dari buku ini adalah ya....seperti disebutkan sebelumnya yaitu pewarisan nilai. Bagian awal berkutat pada Pak Mantri dan Paijo. Paijo yang polos cenderung lemot memang bikin geregetan. Apalagi untuk Pak Mantri yang sudah tua, dan priyayi yang emosinya mudah tersulut. Wejangan-wejangan disampaikan kepada Paijo bak dia adalah anaknya sendiri. 

Masalah yang muncul pada pasar yaitu banyaknya keluhan dari pedagang bahwa burung merpati Pak Mantri mengganggu. Mulai dari bau khas kotoran burung, burung yang suka memakan dagangan penjual dan lain-lain. 

Paijo yang hanya menyampaikan aspirasi pedagang cuma bisa menyampaikan pada Pak Mantri bahwa burung-burung merpati itu baiknya dikurung saja. Sudah bisa ditebak, Pak Mantri bersikukuh agar burung merpati itu jangan dikurung.

Akhirnya, pelapak di pasar Pak Mantri berpindah pada pasar yang dibuat oleh Kasan Ngali. Tak heran karena pasar baru di halaman Kasan Ngali itu bebas pungutan, serta lebih bersih karena tak ada kotoran burung merpati.

Burung-burung merpati Pak Mantri memang membuat ulah. Bukan hanya pedagang yang berkeluh kesah, Zaitu yang sehari-hari berada di dalam kantor bank pun demikian. Pernah suatu saat Zaitun menggoreng burung merpati itu dan memberikan pada Pak Mantri. Pak Mantri awalnya tidak menyadari bahwa itu daging burung merpati, bukan ayam seperti asumsinya. Edyan!

Konflik ditutup dengan sadarnya priyayi akan keangkuhan dirinya. Pak Mantri sadar, musuhnya bukan lagi Kasan Ngali yang pada akhir cerita malah bangkrut. Dia sadar bahwa musuhnya adalah nafsunya sendiri. 

"Inilah, Nak. Kita menang, tanpa mengalahkan. Kita sudah bertempur tanpa bala tentara. Mengapa, musuh kita adalah kita sendiri. Di sini. Nafsu kita. Dan kita sudah menang!" -- hlm 355.

Kesan
Tiap buku memiliki kesan yang berbeda. Kesan saya membaca buku yaitu....buku ini masuk dalam DAFTAR-BUKU-YANG-HARUS-DIBACA-DALAM-HIDUP! Keren! Cara Kuntowijoyo merekam dan mengulas nilai-nilai yang ada sangat santai dan tentunya mengena! Saya begitu terpukau dengan nilai-nilai yang disisipkan dalam tiap percakapan antartokohnya.

Pesan yang disampaikan juga banyak menyentil perilaku dan watak orang Jawa secara umum. Misalnya yang mencari aman, tidak mau menanggung risiko, dan mau ambil enaknya saja.

Menurut saya, tiap tokoh di sini mengalami pendewasaan masing-masing. Dari Pak Mantri yang priyayi akhirnya mau merendah, tidak terlalu meninggi. Mau mendengarkan masukan dari orang lain, yang dalam hal ini adalah Paijo.

Paijo yang mewakili rakyat jelata akhirnya berani ambil suara, tidak selalu mengiyakan perkataan Pak Mantri, serta lebih cerdas. 

Siti Zaitun akhirnya harus berhenti menjadi juru ketik Bank Pasar dan memilih hengkang ke kota. Ini sangat mewakili apa yang terjadi di birokrat. Kalau kaku, akan tersingkir. Semoga birokrat di negeri ini bisa berkaca pada Siti Zaitun ini (terutama judesnya itu!).

Bagaimana dengan Kasan Ngali? Keserakahan dan kecerobohan pedagang kapitalis akhirnya kembali pada dirinya. Bank kredit pasarnya tutup, dia juga batal nikah. Sungguh ironis.

Jadi dari keempat tokoh itu, kepada siapakah tampuk kepemimpinan pasar akan dilanjutkan? Baca sendiri ya bukunya~
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Newer Posts
Older Posts

Valar morghulis

About Me

Me, is an enigma --for you, for the universe and for I myself. I write what I want to write. Scribo ergo sum. I write, therefore I am.

Follow Me

  • spotify
  • goodreads
  • SoundCloud

Hot Post

Maester's Chamber

  • ►  2024 (1)
    • ►  Maret 2024 (1)
  • ►  2023 (1)
    • ►  Januari 2023 (1)
  • ►  2022 (2)
    • ►  April 2022 (1)
    • ►  Januari 2022 (1)
  • ►  2021 (5)
    • ►  Oktober 2021 (2)
    • ►  Juli 2021 (1)
    • ►  Juni 2021 (1)
    • ►  Mei 2021 (1)
  • ►  2020 (38)
    • ►  Oktober 2020 (2)
    • ►  September 2020 (1)
    • ►  Agustus 2020 (1)
    • ►  Juli 2020 (2)
    • ►  Mei 2020 (1)
    • ►  April 2020 (1)
    • ►  Februari 2020 (18)
    • ►  Januari 2020 (12)
  • ►  2019 (9)
    • ►  Desember 2019 (1)
    • ►  November 2019 (2)
    • ►  Oktober 2019 (1)
    • ►  September 2019 (1)
    • ►  Juli 2019 (1)
    • ►  Maret 2019 (2)
    • ►  Februari 2019 (1)
  • ►  2018 (8)
    • ►  September 2018 (1)
    • ►  Juli 2018 (1)
    • ►  Juni 2018 (1)
    • ►  Mei 2018 (2)
    • ►  April 2018 (1)
    • ►  Maret 2018 (1)
    • ►  Januari 2018 (1)
  • ▼  2017 (21)
    • ►  November 2017 (2)
    • ►  September 2017 (3)
    • ▼  Agustus 2017 (1)
      • Menilik Pewarisan Nilai-nilai Leluhur Jawa dalam P...
    • ►  Juli 2017 (2)
    • ►  Juni 2017 (1)
    • ►  Mei 2017 (1)
    • ►  April 2017 (1)
    • ►  Maret 2017 (4)
    • ►  Februari 2017 (3)
    • ►  Januari 2017 (3)
  • ►  2016 (10)
    • ►  Desember 2016 (1)
    • ►  November 2016 (1)
    • ►  Oktober 2016 (1)
    • ►  Agustus 2016 (1)
    • ►  Juni 2016 (1)
    • ►  Mei 2016 (1)
    • ►  Maret 2016 (2)
    • ►  Februari 2016 (1)
    • ►  Januari 2016 (1)
  • ►  2015 (22)
    • ►  Desember 2015 (4)
    • ►  November 2015 (2)
    • ►  Oktober 2015 (1)
    • ►  September 2015 (1)
    • ►  Agustus 2015 (6)
    • ►  Juli 2015 (2)
    • ►  Juni 2015 (2)
    • ►  Mei 2015 (2)
    • ►  Maret 2015 (1)
    • ►  Januari 2015 (1)
  • ►  2014 (5)
    • ►  Desember 2014 (1)
    • ►  September 2014 (4)

Tags

acara berjalan-jalan dapur kamar renungan kamar tengah kotak musik perpustakaan ruang tengah taman belakang

Created with by ThemeXpose